TUGAS IPTEK
JURNAL INTERNASIONAL
PENYAKIT DAN STATUS GIZI
Disusun oleh :
Kelompok 7
ANJARISA HONESTRI (PO 7131107004 )
DWI YUNIARTI (PO 7131107016 )
ISFAH YUSRIYANTI (PO 7131107021 )
TSANIATUN KHASANAH (PO 7131107038 )
GIZI REGULER III
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN GIZI
2009
Rekayasa sosial budaya terhadap perubahan perilaku diet dalam upaya mengatasi permasalahan gizi buruk di Indonesia
Oleh : Widya Ayu Puspita, SKM.,M.Kes
Salah satu masalah sosial yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai masalah gizi, seperti kurang gizi, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan yodium, dan kurang vitamin A. Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena, status gizi memengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu, dan produktivitas kerja.
Program gizi yang kini telah diimplementasikan oleh pemerintah mempunyai beberapa sasaran. Pertama, menurunkan prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 20 persen. Kedua, menurunkan prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY) pada anak menjadi kurang dari 5 persen. Ketiga, menurunkan anemia gizi besi pada ibu hamil menjadi 40 persen. Keempat, tidak ditemukannya kekurangan vitamin A (KVA) klinis pada anak balita dan ibu hamil. Kelima, meningkatkan jumlah rumah tangga yang mengonsumsi garam beryodium menjadi 90 persen. Keenam, tercapainya konsumsi gizi seimbang dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 2.200 kkal per kapita per hari dan protein 50 gram per kapita per hari.
Indonesia harus menelan ”pil pahit” karena hanya sebagian kecil dari penduduknya yang kebutuhan gizinya tercukupi. National Socio-Economic Survey (Susenas) mencatat, pada tahun 1989 saja ada lebih dari empat juta penderita gizi buruk adalah anak-anak di bawah usia dua tahun. Padahal menurut ahli gizi, 80 persen proses pembentukan otak berlangsung pada usia 0-2 tahun.
Ada sekitar 7,6 juta anak balita mengalami kekurangan gizi akibat kekurangan kalori protein. Itu data yang dihimpun Susenas empat tahun lalu. Bukan tidak mungkin saat ini jumlahnya meningkat tajam karena krisis ekonomi yang berkepanjangan ditambah dengan masalah pangan yang sulit didapat. Bahkan menurut United Nations Children’s Fund (Unicef) saat ini ada sekitar 40 persen anak Indonesia di bawah usia lima tahun (balita) menderita gizi buruk. Seorang anak yang pada usia balita kekurangan gizi akan mempunyai Intellegent Quotient (IQ) lebih rendah 13-15 poin dari anak lain pada saat memasuki sekolah. Perkembangan otak anak usia balita sangat ditentukan oleh faktor makanan yang dikonsumsi. Zat gizi seperti protein, zat besi, berbagai vitamin, termasuk asam lemak omega 3 adalah pendukung kecerdasan otak anak. Zat-zat itu bisa didapat dari makanan sehari-hari seperti ikan, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan sebagainya. Singkatnya, pola makan seorang anak haruslah bervariasi, tidak hanya satu atau dua jenis saja.
Dari diskusi terbatas pada Oktober 2005 di Bappenas, terungkap bahwa pada tahun 2003 prevalensi gizi kurang dan buruk adalah 27,5 persen, mengindikasikan belum tercapainya sasaran (20 persen). Yang menarik, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) ini agak jauh berbeda dengan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001-2004. Dengan menggunakan acuan BB/U (berat badan menurut umur), SKRT 2001 menemukan prevalensi gizi kurang sebesar 22,5 persen dan gizi buruk 8,5 persen. Adapun data Susenas menunjukkan prevalensi gizi kurang 19,8 persen dan gizi buruk 6,3 persen. Karena itu, diperlukan harmonisasi data dengan memerhatikan keunggulan dan kelemahan pelaksanaan masing-masing survei. Hasil survei nasional tahun 1980, 1990, 1996/1998, dan 2003 menunjukkan penurunan prevalensi GAKY yang cukup berarti. Pada tahun 1980, prevalensi GAKY pada anak usia sekolah adalah 30 persen, lalu turun menjadi 27,9 (1990), selanjutnya menjadi 9,8 persen (1996/1998). Survei tahun 2003 menunjukkan, prevalensi ini sedikit meningkat menjadi 11,1 persen.
Usaha-usaha menurunkan prevalensi GAKY mungkin dapat dikatakan sudah on the right track. Pencapaian target GAKY biasanya terkait cakupan konsumsi garam beryodium di rumah tangga. Rumah tangga yang mengonsumsi garam beryodium secara cukup, hingga tahun 2003 adalah 73.2 persen. Jika dibandingkan dengan target tahun 2004 sebesar 90 persen, maka pencapaian sasaran adalah 81,3 persen.
Prevalensi anemia gizi besi (AGB) pada ibu hamil turun dari 50,9 persen (1995) menjadi 40,1 persen (2001). Dengan sasaran yang ingin dicapai 40 persen, maka pencapaian target adalah sebesar 99,75 persen. Intervensi yang dilakukan saat ini masih berkisar pada suplementasi atau pemberian tablet besi. Strategi lain masih belum dioptimalkan seperti fortifikasi besi pada makanan serta penyuluhan.
Banyak wanita hamil yang menderita anemia karena kebutuhan zat gizi umumnya meningkat, tetapi konsumsi makanannya tidak memenuhi syarat gizi. Selain konsumsi makanan yang tidak cukup, kondisi anemia juga diperburuk oleh kehamilan berulang dalam waktu singkat. Cadangan gizi yang belum pulih akhirnya terkuras untuk keperluan janin yang dikandung berikutnya. Itulah sebabnya, pengaturan jarak kehamilan menjadi penting untuk diperhatikan sehingga ibu siap hamil kembali tanpa harus menguras cadangan gizi.
Meski dinyatakan bebas xerophthalmia (kurang vitamin A) pada tahun 1992, di Indonesia masih dijumpai 50 persen dari anak balita mempunyai serum retinol kurang dari 20 mcg/100 ml. Tingginya proporsi anak balita dengan serum retinol kurang dari 20 mcg/100 ml disertai pola makanan anak balita yang belum seimbang menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko dan menjadi amat tergantung kapsul vitamin A dosis tinggi, terutama pada daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi.
Masalah kekurangan vitamin A adalah bentuk kelaparan tak kentara yang sering lepas dari perhatian para pengambil kebijakan. WHO memperkirakan, pada tahun 1995 lebih kurang 250 juta anak balita di seluruh dunia menderita kurang vitamin A, 3 juta di antaranya dengan gejala kerusakan mata yang menuju kebutaan. Kira-kira 10 persen kasus orang buta di negara berkembang disebabkan kekurangan vitamin A.
Mereka yang buta karena kurang vitamin A sekitar 70 persennya meninggal dalam waktu satu tahun. Hasil penelitian Tarwotjo, Muhilal, dan Sommer di Sumatera tahun 1980-an yang dipublikasikan di berbagai jurnal internasional mengungkap kaitan kekurangan vitamin A dengan mortalitas dan morbiditas.
Angka kematian bayi terkait erat status gizi anak. Anak-anak penderita gizi kurang umumnya memiliki kekebalan tubuh yang rendah dan hal ini menjadikan dirinya rawan terhadap infeksi yang dapat menyebabkan kematian. Penyakit infeksi yang senantiasa mengintai bayi adalah diare dan infeksi saluran pernapasan.
Dalam hal angka kematian bayi, Indonesia (31/1.000 kelahiran) hanya lebih baik dibandingkan dengan Kamboja (97/1.000) dan Laos (82/1.000). Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kita masih tertinggal. Singapura dan Malaysia memiliki angka kematian bayi amat rendah, masing-masing 3 dan 7 per 1.000 kelahiran. Ini menunjukkan besarnya perhatian negara itu terhadap masalah gizi dan kesehatan yang dihadapi anak-anak.
Berdasarkan pada Susenas 2002, konsumsi kalori rata-rata penduduk 1.985 kkal dan 54,4 gram protein. Angka ini mendekati sasaran yang ditetapkan pemerintah. Namun, ketidakseimbangan di wilayah masih terjadi karena banyak penduduk mengonsumsi kurang dari 70 persen dari kecukupan gizi yang dianjurkan. Ini mengindikasikan, isu ketahanan pangan masih perlu diwaspadai.
Pada tahun 1997, WHO Expert Consultation on Obesity memperingatkan tentang meningkatnya masalah kegemukan dan obesitas di berbagai belahan dunia. Jika tidak ada tindakan untuk mengatasi masalah pandemik ini, jutaan manusia di negara maju maupun berkembang akan menghadapi risiko noncommunicable diseases (NCDs) seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, dan stroke.
Disadari, banyak negara tidak memiliki data akurat mengenai masalah kegemukan dan obesitas di kalangan penduduknya. Hal ini disebabkan kurangnya prioritas untuk memahami masalah kesehatan yang amat serius ini. Apalagi negara-negara berkembang lebih memfokuskan diri pada dimensi masalah gizi kurang.
Berbagai indikator gizi itu menunjukkan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas SDM kita. Persoalan kualitas SDM masih ditambah masalah-masalah moral, kejujuran, kedisiplinan yang menjadikan bangsa Indonesia sulit bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Disadari pula bahwa gizi buruk bukan hanya merupakan masalah kesehatan saja, tapi juga terkait dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Sebagai landasan bersama dalam mengembangkan program-program lintas sektor yang melibatkan institusi non Pemerintah dan masyarakat secara konkrit, Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat bekerja sama dengan berbagai sektor telah menyusun Pedoman Umum Program Aksi Nasional Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan dalam Upaya Peningkatan Derajat Kesehatan.
Diposkan oleh andhika akbar di 3:16 PM
http://paud-usia-dini.blogspot.com/2008/06/rekayasa-sosial-budaya-terhadap.html
Selasa, 01 Juni 2010
MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus stroke meningkat di Negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Data tersebut menunjukan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Menurut servai tahun 2004, strole merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke, dari jumlah tersebut sepertiganya bisa kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler ( pembuluh darah otak ) yang di tandai dengan kematian jaringan otak ( infark serebral ) yang terjadi kerena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala deficit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
A. PENGERTIAN STROKE
Stroke adalah kekurangan darah segar yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada sebagian otak misalnya terdapatnya timbunan plak atau pecahnya arteri (Soeharto, Iman 2001). Sedangkan menurut dr. Novie Cicielia memberikan batasan definisi stroke yaitu gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. Gangguan suplai darah ini dapat berupa iskemia (kekurangan suplai darah) yang di akibatkan oleh thrombosis atau emboli dan pecahnya pembuluh darah ( peradangan) otak. Gangguan suplai darah ini dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel otak, karena tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang dibuthkan, sebagai akibatnya, daerah otak yang terlibat mengalami gangguan fungsi yang dapat berupa kelumpuhan separo anggota tubuh, gangguan untukmengerti dan mengucapkan perkataan, gangguan penglihatan pada salah satu mata atau kedua mata.
B. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
1. Stroke Iskhemik
Stroke iskemik menurut soeharto (2007) adalh bentuk ekstrem dari iskemik yang menyebabkan kematian sel-sel otak yang tidak dapat pulih. Kerusakan ini disebut infark otak. Etiologi pada stroke iskemik yaitu aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat. Penumpukan plak yang menyebabkan stroke iskemik berada dalam dinding pembuluh darah arteri di leher dan kepala, sedangkan apabila berada pada pembuluh koroner menyebabkan penyakit jantung koroner. Stroke iskemik apat dibedakan menjadi Trombotik dan embolik. Darah yang menggumpal di dalam pembuluh arteri di otak dapat menybabkan stroke trombolik. Sedangkan serpihan plak yang berjalan-jalan dari jantung atau arteri lain yang mengarah ke otak dapat menyebabkan stroke embolik. Oleh karena itu, bagi seseorang dengan penyakit jantung koroner, risiko mengalami stroke meningkat karena embolus dari jantung yang kurang berfungsi dengan baik dan terbawa oleh aliran darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
2. Stroke Hemoragi
Pada stroke hemorgi, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
C. FAKTOR RESIKO STROKE
Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut dengan Faktor Risiko Stroke. Penyakit tersebut di atas antara lain Hipertensi, Penyakit Jantung, Diabetes Mellitus, Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah). Keadaan yang dapat menyebabkan stroke adalah usia lanjut, obesitas, merokok, suku bangsa (negro/spanyol), jenis kelamin (pria), kurang olah raga. Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena strokenya pun semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki angka yang pasti). Life style alias gaya hidup selalu menjadi kambing hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
D. GEJALA STROKE
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut:
1. Muncul tanda- tanda kehilangan rasa atau lemah pada muka, bahu, atau kaki, terutama bila hanya terjadi pada separuh tubuh.
2. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
3. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
4. Penglihatan ganda.
5. Pusing.
6. Bicara tidak jelas (rero).
7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
9. Pergerakan yang tidak biasa.
10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
11. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
12. Pingsan.
Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.
E. Mendiagnosis Stroke
Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.
F. PENANGANAN STROKE
1. Terapi dan pengobatan
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan). Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.
2. Diit Penyakit stroke
Selain pengobatan dan terapi, pasien dengan penyakit stroke juga memerlukan diit yang tepat untuk mengatasi keadaannya. Tujuan diberikannya diit penyakit stroke menurut Almatsier (2005) adalah untuk :
1) Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
2) Memperbaiki keadaan Stroke, seperti disfagia, pneumonia, kelainan ginjal, dan dekubitus.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Sedangkan syarat-syarat diit adalah :
1) Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/BB. Pada fase akut energi diberikan 1100-1500 kkal/hari.
2) Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2-1,5 g/kgBB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6 g/kgBB.
3) Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber lemak yaitu < 10% dari kebutuhan energi total. Kolesterol dibatasi < 300 mg.
4) Karbohidrat cukup, yaitu 60-70 % dari kebutuhan energi total. Untuk pasien dengan Diabetes Mellitus diutamakan karbihidrat kompleks.
5) Vitamin cukup, terutama vitamin A, riboflavin, B6, asam folat, B12, C dan E.
6) Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium dan kalium. Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1 ½ sendok teh/ hari (setera dengan ± 5 gram garam dapur atau 2 g natrium).
7) Serat cukup, intik membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah konstipasi.
8) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas/hari, kecuali pada keadaan edema dan asites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya diberikan setelah selesai makan agar porsi makanan dapat dihabiskan. Cairan dapat dikentalkan dengan gel atau guracol.
9) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.
10) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
3. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOBATAN STROKE
Berbagai carapun dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit stroke, misalnya dengan melakukan terapi stroke. Ilmuwan bioteknologi kini tengah mengembangkan pemanfataan stem cell (sel punca) sebagai salah satu cara untuk untuk mengobati berbagai penyakit yang dianggap tidak mudah disembuhkan seperti penyakit stroke, jantung diabetes dan sebagainya. Menurut Dr Arief Budi Witarto, peneliti bioteknologi dari LIPI, pemanfaatan stem cell dalam pengobatan klinis sangat memungkinkan. Karena teknologi stem cell mempunyai kemampuan untuk merubah menjadi berbagai jenis sel sehingga dapat berfungsi menggantikan sel yang rusak. “Uji klinis kini sudah mulai dilakukan di beberapa negara untuk mengobati bermacam penyakit,” ujar Arief Budi Witarto dalam Diskusi Ilmiah “Perkembangan Bioteknologi Terkini”, hasil kerjasama Fakultas Biologi UGM dan Yayasan Biooteknologi Indonesia (YMBI), di ruang seminar Fakultas Biologi, Sabtu. Selain Witarto, hadir peneliti bioteknologi perikanan UGM, Dr Ir Murwantoko MSi.
Riset mengenai stem cell sudah dilakukan sejak 1998 dan pada 2005 dilaporkan keberhasilannya meng-klon sel embrio manusia. Di 2007, dari hasil riset diketahui ilmuwan juga berhasil menciptakan sel punca dari sel dewasa dengan penambahan faktor-faktor protein tertentu. Bahkan di Korea, sejak 2005 telah dilakukan uji klinis terapi sel punca menggunakan sumber sel punca dewasa dari sumsum tulang belakang untuk pengobatan stroke dengan hasil begitu memuaskan. “Di Indonesia, tahun ini telah dilakukan pengobatan penyakit jantung menggunakan stem cell. Hasilnya cukup baik,” jelasnya. Meski demikian menurut Witarto, penelitian pengembangan stem cell dalam pengobatan masih memerlukan banyak penelitian lebih lanjut dalam mengungkap mekanisme perubahan sel tersebut. Sehingga dirinya berharap agar para peneliti muda di Indonesia tertantang untuk dapat terlibat aktif dalam penelitian dan pemanfaaatan teknologi baru ini.
DAFTAR PUSTAKA
Petch, Michael.1995. Penyakit Jantung.Archan: Jakarta
Soeharto, iman.2001. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Soeharto, iman.2004. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
http:// www.medicastore.com/stroke
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus stroke meningkat di Negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Data tersebut menunjukan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Menurut servai tahun 2004, strole merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke, dari jumlah tersebut sepertiganya bisa kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler ( pembuluh darah otak ) yang di tandai dengan kematian jaringan otak ( infark serebral ) yang terjadi kerena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala deficit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
A. PENGERTIAN STROKE
Stroke adalah kekurangan darah segar yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada sebagian otak misalnya terdapatnya timbunan plak atau pecahnya arteri (Soeharto, Iman 2001). Sedangkan menurut dr. Novie Cicielia memberikan batasan definisi stroke yaitu gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. Gangguan suplai darah ini dapat berupa iskemia (kekurangan suplai darah) yang di akibatkan oleh thrombosis atau emboli dan pecahnya pembuluh darah ( peradangan) otak. Gangguan suplai darah ini dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel otak, karena tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang dibuthkan, sebagai akibatnya, daerah otak yang terlibat mengalami gangguan fungsi yang dapat berupa kelumpuhan separo anggota tubuh, gangguan untukmengerti dan mengucapkan perkataan, gangguan penglihatan pada salah satu mata atau kedua mata.
B. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
1. Stroke Iskhemik
Stroke iskemik menurut soeharto (2007) adalh bentuk ekstrem dari iskemik yang menyebabkan kematian sel-sel otak yang tidak dapat pulih. Kerusakan ini disebut infark otak. Etiologi pada stroke iskemik yaitu aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat. Penumpukan plak yang menyebabkan stroke iskemik berada dalam dinding pembuluh darah arteri di leher dan kepala, sedangkan apabila berada pada pembuluh koroner menyebabkan penyakit jantung koroner. Stroke iskemik apat dibedakan menjadi Trombotik dan embolik. Darah yang menggumpal di dalam pembuluh arteri di otak dapat menybabkan stroke trombolik. Sedangkan serpihan plak yang berjalan-jalan dari jantung atau arteri lain yang mengarah ke otak dapat menyebabkan stroke embolik. Oleh karena itu, bagi seseorang dengan penyakit jantung koroner, risiko mengalami stroke meningkat karena embolus dari jantung yang kurang berfungsi dengan baik dan terbawa oleh aliran darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
2. Stroke Hemoragi
Pada stroke hemorgi, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
C. FAKTOR RESIKO STROKE
Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut dengan Faktor Risiko Stroke. Penyakit tersebut di atas antara lain Hipertensi, Penyakit Jantung, Diabetes Mellitus, Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah). Keadaan yang dapat menyebabkan stroke adalah usia lanjut, obesitas, merokok, suku bangsa (negro/spanyol), jenis kelamin (pria), kurang olah raga. Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena strokenya pun semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki angka yang pasti). Life style alias gaya hidup selalu menjadi kambing hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
D. GEJALA STROKE
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut:
1. Muncul tanda- tanda kehilangan rasa atau lemah pada muka, bahu, atau kaki, terutama bila hanya terjadi pada separuh tubuh.
2. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
3. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
4. Penglihatan ganda.
5. Pusing.
6. Bicara tidak jelas (rero).
7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
9. Pergerakan yang tidak biasa.
10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
11. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
12. Pingsan.
Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.
E. Mendiagnosis Stroke
Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.
F. PENANGANAN STROKE
1. Terapi dan pengobatan
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan). Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.
2. Diit Penyakit stroke
Selain pengobatan dan terapi, pasien dengan penyakit stroke juga memerlukan diit yang tepat untuk mengatasi keadaannya. Tujuan diberikannya diit penyakit stroke menurut Almatsier (2005) adalah untuk :
1) Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
2) Memperbaiki keadaan Stroke, seperti disfagia, pneumonia, kelainan ginjal, dan dekubitus.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Sedangkan syarat-syarat diit adalah :
1) Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/BB. Pada fase akut energi diberikan 1100-1500 kkal/hari.
2) Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2-1,5 g/kgBB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6 g/kgBB.
3) Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber lemak yaitu < 10% dari kebutuhan energi total. Kolesterol dibatasi < 300 mg.
4) Karbohidrat cukup, yaitu 60-70 % dari kebutuhan energi total. Untuk pasien dengan Diabetes Mellitus diutamakan karbihidrat kompleks.
5) Vitamin cukup, terutama vitamin A, riboflavin, B6, asam folat, B12, C dan E.
6) Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium dan kalium. Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1 ½ sendok teh/ hari (setera dengan ± 5 gram garam dapur atau 2 g natrium).
7) Serat cukup, intik membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah konstipasi.
8) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas/hari, kecuali pada keadaan edema dan asites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya diberikan setelah selesai makan agar porsi makanan dapat dihabiskan. Cairan dapat dikentalkan dengan gel atau guracol.
9) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.
10) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
3. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOBATAN STROKE
Berbagai carapun dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit stroke, misalnya dengan melakukan terapi stroke. Ilmuwan bioteknologi kini tengah mengembangkan pemanfataan stem cell (sel punca) sebagai salah satu cara untuk untuk mengobati berbagai penyakit yang dianggap tidak mudah disembuhkan seperti penyakit stroke, jantung diabetes dan sebagainya. Menurut Dr Arief Budi Witarto, peneliti bioteknologi dari LIPI, pemanfaatan stem cell dalam pengobatan klinis sangat memungkinkan. Karena teknologi stem cell mempunyai kemampuan untuk merubah menjadi berbagai jenis sel sehingga dapat berfungsi menggantikan sel yang rusak. “Uji klinis kini sudah mulai dilakukan di beberapa negara untuk mengobati bermacam penyakit,” ujar Arief Budi Witarto dalam Diskusi Ilmiah “Perkembangan Bioteknologi Terkini”, hasil kerjasama Fakultas Biologi UGM dan Yayasan Biooteknologi Indonesia (YMBI), di ruang seminar Fakultas Biologi, Sabtu. Selain Witarto, hadir peneliti bioteknologi perikanan UGM, Dr Ir Murwantoko MSi.
Riset mengenai stem cell sudah dilakukan sejak 1998 dan pada 2005 dilaporkan keberhasilannya meng-klon sel embrio manusia. Di 2007, dari hasil riset diketahui ilmuwan juga berhasil menciptakan sel punca dari sel dewasa dengan penambahan faktor-faktor protein tertentu. Bahkan di Korea, sejak 2005 telah dilakukan uji klinis terapi sel punca menggunakan sumber sel punca dewasa dari sumsum tulang belakang untuk pengobatan stroke dengan hasil begitu memuaskan. “Di Indonesia, tahun ini telah dilakukan pengobatan penyakit jantung menggunakan stem cell. Hasilnya cukup baik,” jelasnya. Meski demikian menurut Witarto, penelitian pengembangan stem cell dalam pengobatan masih memerlukan banyak penelitian lebih lanjut dalam mengungkap mekanisme perubahan sel tersebut. Sehingga dirinya berharap agar para peneliti muda di Indonesia tertantang untuk dapat terlibat aktif dalam penelitian dan pemanfaaatan teknologi baru ini.
DAFTAR PUSTAKA
Petch, Michael.1995. Penyakit Jantung.Archan: Jakarta
Soeharto, iman.2001. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Soeharto, iman.2004. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
http:// www.medicastore.com/stroke
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus stroke meningkat di Negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Data tersebut menunjukan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Menurut servai tahun 2004, strole merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke, dari jumlah tersebut sepertiganya bisa kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler ( pembuluh darah otak ) yang di tandai dengan kematian jaringan otak ( infark serebral ) yang terjadi kerena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala deficit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
A. PENGERTIAN STROKE
Stroke adalah kekurangan darah segar yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada sebagian otak misalnya terdapatnya timbunan plak atau pecahnya arteri (Soeharto, Iman 2001). Sedangkan menurut dr. Novie Cicielia memberikan batasan definisi stroke yaitu gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. Gangguan suplai darah ini dapat berupa iskemia (kekurangan suplai darah) yang di akibatkan oleh thrombosis atau emboli dan pecahnya pembuluh darah ( peradangan) otak. Gangguan suplai darah ini dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel otak, karena tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang dibuthkan, sebagai akibatnya, daerah otak yang terlibat mengalami gangguan fungsi yang dapat berupa kelumpuhan separo anggota tubuh, gangguan untukmengerti dan mengucapkan perkataan, gangguan penglihatan pada salah satu mata atau kedua mata.
B. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
1. Stroke Iskhemik
Stroke iskemik menurut soeharto (2007) adalh bentuk ekstrem dari iskemik yang menyebabkan kematian sel-sel otak yang tidak dapat pulih. Kerusakan ini disebut infark otak. Etiologi pada stroke iskemik yaitu aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat. Penumpukan plak yang menyebabkan stroke iskemik berada dalam dinding pembuluh darah arteri di leher dan kepala, sedangkan apabila berada pada pembuluh koroner menyebabkan penyakit jantung koroner. Stroke iskemik apat dibedakan menjadi Trombotik dan embolik. Darah yang menggumpal di dalam pembuluh arteri di otak dapat menybabkan stroke trombolik. Sedangkan serpihan plak yang berjalan-jalan dari jantung atau arteri lain yang mengarah ke otak dapat menyebabkan stroke embolik. Oleh karena itu, bagi seseorang dengan penyakit jantung koroner, risiko mengalami stroke meningkat karena embolus dari jantung yang kurang berfungsi dengan baik dan terbawa oleh aliran darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
2. Stroke Hemoragi
Pada stroke hemorgi, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
C. FAKTOR RESIKO STROKE
Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut dengan Faktor Risiko Stroke. Penyakit tersebut di atas antara lain Hipertensi, Penyakit Jantung, Diabetes Mellitus, Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah). Keadaan yang dapat menyebabkan stroke adalah usia lanjut, obesitas, merokok, suku bangsa (negro/spanyol), jenis kelamin (pria), kurang olah raga. Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena strokenya pun semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki angka yang pasti). Life style alias gaya hidup selalu menjadi kambing hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
D. GEJALA STROKE
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut:
1. Muncul tanda- tanda kehilangan rasa atau lemah pada muka, bahu, atau kaki, terutama bila hanya terjadi pada separuh tubuh.
2. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
3. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
4. Penglihatan ganda.
5. Pusing.
6. Bicara tidak jelas (rero).
7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
9. Pergerakan yang tidak biasa.
10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
11. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
12. Pingsan.
Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.
E. Mendiagnosis Stroke
Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.
F. PENANGANAN STROKE
1. Terapi dan pengobatan
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan). Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.
2. Diit Penyakit stroke
Selain pengobatan dan terapi, pasien dengan penyakit stroke juga memerlukan diit yang tepat untuk mengatasi keadaannya. Tujuan diberikannya diit penyakit stroke menurut Almatsier (2005) adalah untuk :
1) Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
2) Memperbaiki keadaan Stroke, seperti disfagia, pneumonia, kelainan ginjal, dan dekubitus.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Sedangkan syarat-syarat diit adalah :
1) Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/BB. Pada fase akut energi diberikan 1100-1500 kkal/hari.
2) Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2-1,5 g/kgBB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6 g/kgBB.
3) Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber lemak yaitu < 10% dari kebutuhan energi total. Kolesterol dibatasi < 300 mg.
4) Karbohidrat cukup, yaitu 60-70 % dari kebutuhan energi total. Untuk pasien dengan Diabetes Mellitus diutamakan karbihidrat kompleks.
5) Vitamin cukup, terutama vitamin A, riboflavin, B6, asam folat, B12, C dan E.
6) Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium dan kalium. Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1 ½ sendok teh/ hari (setera dengan ± 5 gram garam dapur atau 2 g natrium).
7) Serat cukup, intik membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah konstipasi.
8) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas/hari, kecuali pada keadaan edema dan asites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya diberikan setelah selesai makan agar porsi makanan dapat dihabiskan. Cairan dapat dikentalkan dengan gel atau guracol.
9) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.
10) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
3. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOBATAN STROKE
Berbagai carapun dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit stroke, misalnya dengan melakukan terapi stroke. Ilmuwan bioteknologi kini tengah mengembangkan pemanfataan stem cell (sel punca) sebagai salah satu cara untuk untuk mengobati berbagai penyakit yang dianggap tidak mudah disembuhkan seperti penyakit stroke, jantung diabetes dan sebagainya. Menurut Dr Arief Budi Witarto, peneliti bioteknologi dari LIPI, pemanfaatan stem cell dalam pengobatan klinis sangat memungkinkan. Karena teknologi stem cell mempunyai kemampuan untuk merubah menjadi berbagai jenis sel sehingga dapat berfungsi menggantikan sel yang rusak. “Uji klinis kini sudah mulai dilakukan di beberapa negara untuk mengobati bermacam penyakit,” ujar Arief Budi Witarto dalam Diskusi Ilmiah “Perkembangan Bioteknologi Terkini”, hasil kerjasama Fakultas Biologi UGM dan Yayasan Biooteknologi Indonesia (YMBI), di ruang seminar Fakultas Biologi, Sabtu. Selain Witarto, hadir peneliti bioteknologi perikanan UGM, Dr Ir Murwantoko MSi.
Riset mengenai stem cell sudah dilakukan sejak 1998 dan pada 2005 dilaporkan keberhasilannya meng-klon sel embrio manusia. Di 2007, dari hasil riset diketahui ilmuwan juga berhasil menciptakan sel punca dari sel dewasa dengan penambahan faktor-faktor protein tertentu. Bahkan di Korea, sejak 2005 telah dilakukan uji klinis terapi sel punca menggunakan sumber sel punca dewasa dari sumsum tulang belakang untuk pengobatan stroke dengan hasil begitu memuaskan. “Di Indonesia, tahun ini telah dilakukan pengobatan penyakit jantung menggunakan stem cell. Hasilnya cukup baik,” jelasnya. Meski demikian menurut Witarto, penelitian pengembangan stem cell dalam pengobatan masih memerlukan banyak penelitian lebih lanjut dalam mengungkap mekanisme perubahan sel tersebut. Sehingga dirinya berharap agar para peneliti muda di Indonesia tertantang untuk dapat terlibat aktif dalam penelitian dan pemanfaaatan teknologi baru ini.
DAFTAR PUSTAKA
Petch, Michael.1995. Penyakit Jantung.Archan: Jakarta
Soeharto, iman.2001. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Soeharto, iman.2004. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
http:// www.medicastore.com
PENDAHULUAN
Kasus stroke meningkat di Negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Data tersebut menunjukan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Menurut servai tahun 2004, strole merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke, dari jumlah tersebut sepertiganya bisa kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler ( pembuluh darah otak ) yang di tandai dengan kematian jaringan otak ( infark serebral ) yang terjadi kerena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala deficit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
A. PENGERTIAN STROKE
Stroke adalah kekurangan darah segar yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada sebagian otak misalnya terdapatnya timbunan plak atau pecahnya arteri (Soeharto, Iman 2001). Sedangkan menurut dr. Novie Cicielia memberikan batasan definisi stroke yaitu gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. Gangguan suplai darah ini dapat berupa iskemia (kekurangan suplai darah) yang di akibatkan oleh thrombosis atau emboli dan pecahnya pembuluh darah ( peradangan) otak. Gangguan suplai darah ini dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel otak, karena tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang dibuthkan, sebagai akibatnya, daerah otak yang terlibat mengalami gangguan fungsi yang dapat berupa kelumpuhan separo anggota tubuh, gangguan untukmengerti dan mengucapkan perkataan, gangguan penglihatan pada salah satu mata atau kedua mata.
B. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
1. Stroke Iskhemik
Stroke iskemik menurut soeharto (2007) adalh bentuk ekstrem dari iskemik yang menyebabkan kematian sel-sel otak yang tidak dapat pulih. Kerusakan ini disebut infark otak. Etiologi pada stroke iskemik yaitu aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat. Penumpukan plak yang menyebabkan stroke iskemik berada dalam dinding pembuluh darah arteri di leher dan kepala, sedangkan apabila berada pada pembuluh koroner menyebabkan penyakit jantung koroner. Stroke iskemik apat dibedakan menjadi Trombotik dan embolik. Darah yang menggumpal di dalam pembuluh arteri di otak dapat menybabkan stroke trombolik. Sedangkan serpihan plak yang berjalan-jalan dari jantung atau arteri lain yang mengarah ke otak dapat menyebabkan stroke embolik. Oleh karena itu, bagi seseorang dengan penyakit jantung koroner, risiko mengalami stroke meningkat karena embolus dari jantung yang kurang berfungsi dengan baik dan terbawa oleh aliran darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
2. Stroke Hemoragi
Pada stroke hemorgi, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
C. FAKTOR RESIKO STROKE
Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut dengan Faktor Risiko Stroke. Penyakit tersebut di atas antara lain Hipertensi, Penyakit Jantung, Diabetes Mellitus, Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah). Keadaan yang dapat menyebabkan stroke adalah usia lanjut, obesitas, merokok, suku bangsa (negro/spanyol), jenis kelamin (pria), kurang olah raga. Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena strokenya pun semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki angka yang pasti). Life style alias gaya hidup selalu menjadi kambing hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
D. GEJALA STROKE
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut:
1. Muncul tanda- tanda kehilangan rasa atau lemah pada muka, bahu, atau kaki, terutama bila hanya terjadi pada separuh tubuh.
2. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
3. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
4. Penglihatan ganda.
5. Pusing.
6. Bicara tidak jelas (rero).
7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
9. Pergerakan yang tidak biasa.
10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
11. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
12. Pingsan.
Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.
E. Mendiagnosis Stroke
Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.
F. PENANGANAN STROKE
1. Terapi dan pengobatan
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan). Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.
2. Diit Penyakit stroke
Selain pengobatan dan terapi, pasien dengan penyakit stroke juga memerlukan diit yang tepat untuk mengatasi keadaannya. Tujuan diberikannya diit penyakit stroke menurut Almatsier (2005) adalah untuk :
1) Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
2) Memperbaiki keadaan Stroke, seperti disfagia, pneumonia, kelainan ginjal, dan dekubitus.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Sedangkan syarat-syarat diit adalah :
1) Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/BB. Pada fase akut energi diberikan 1100-1500 kkal/hari.
2) Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2-1,5 g/kgBB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6 g/kgBB.
3) Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber lemak yaitu < 10% dari kebutuhan energi total. Kolesterol dibatasi < 300 mg.
4) Karbohidrat cukup, yaitu 60-70 % dari kebutuhan energi total. Untuk pasien dengan Diabetes Mellitus diutamakan karbihidrat kompleks.
5) Vitamin cukup, terutama vitamin A, riboflavin, B6, asam folat, B12, C dan E.
6) Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium dan kalium. Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1 ½ sendok teh/ hari (setera dengan ± 5 gram garam dapur atau 2 g natrium).
7) Serat cukup, intik membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah konstipasi.
8) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas/hari, kecuali pada keadaan edema dan asites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya diberikan setelah selesai makan agar porsi makanan dapat dihabiskan. Cairan dapat dikentalkan dengan gel atau guracol.
9) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.
10) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
3. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOBATAN STROKE
Berbagai carapun dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit stroke, misalnya dengan melakukan terapi stroke. Ilmuwan bioteknologi kini tengah mengembangkan pemanfataan stem cell (sel punca) sebagai salah satu cara untuk untuk mengobati berbagai penyakit yang dianggap tidak mudah disembuhkan seperti penyakit stroke, jantung diabetes dan sebagainya. Menurut Dr Arief Budi Witarto, peneliti bioteknologi dari LIPI, pemanfaatan stem cell dalam pengobatan klinis sangat memungkinkan. Karena teknologi stem cell mempunyai kemampuan untuk merubah menjadi berbagai jenis sel sehingga dapat berfungsi menggantikan sel yang rusak. “Uji klinis kini sudah mulai dilakukan di beberapa negara untuk mengobati bermacam penyakit,” ujar Arief Budi Witarto dalam Diskusi Ilmiah “Perkembangan Bioteknologi Terkini”, hasil kerjasama Fakultas Biologi UGM dan Yayasan Biooteknologi Indonesia (YMBI), di ruang seminar Fakultas Biologi, Sabtu. Selain Witarto, hadir peneliti bioteknologi perikanan UGM, Dr Ir Murwantoko MSi.
Riset mengenai stem cell sudah dilakukan sejak 1998 dan pada 2005 dilaporkan keberhasilannya meng-klon sel embrio manusia. Di 2007, dari hasil riset diketahui ilmuwan juga berhasil menciptakan sel punca dari sel dewasa dengan penambahan faktor-faktor protein tertentu. Bahkan di Korea, sejak 2005 telah dilakukan uji klinis terapi sel punca menggunakan sumber sel punca dewasa dari sumsum tulang belakang untuk pengobatan stroke dengan hasil begitu memuaskan. “Di Indonesia, tahun ini telah dilakukan pengobatan penyakit jantung menggunakan stem cell. Hasilnya cukup baik,” jelasnya. Meski demikian menurut Witarto, penelitian pengembangan stem cell dalam pengobatan masih memerlukan banyak penelitian lebih lanjut dalam mengungkap mekanisme perubahan sel tersebut. Sehingga dirinya berharap agar para peneliti muda di Indonesia tertantang untuk dapat terlibat aktif dalam penelitian dan pemanfaaatan teknologi baru ini.
DAFTAR PUSTAKA
Petch, Michael.1995. Penyakit Jantung.Archan: Jakarta
Soeharto, iman.2001. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Soeharto, iman.2004. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
http:// www.medicastore.com/stroke
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus stroke meningkat di Negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Data tersebut menunjukan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Menurut servai tahun 2004, strole merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke, dari jumlah tersebut sepertiganya bisa kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler ( pembuluh darah otak ) yang di tandai dengan kematian jaringan otak ( infark serebral ) yang terjadi kerena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala deficit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
A. PENGERTIAN STROKE
Stroke adalah kekurangan darah segar yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada sebagian otak misalnya terdapatnya timbunan plak atau pecahnya arteri (Soeharto, Iman 2001). Sedangkan menurut dr. Novie Cicielia memberikan batasan definisi stroke yaitu gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. Gangguan suplai darah ini dapat berupa iskemia (kekurangan suplai darah) yang di akibatkan oleh thrombosis atau emboli dan pecahnya pembuluh darah ( peradangan) otak. Gangguan suplai darah ini dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel otak, karena tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang dibuthkan, sebagai akibatnya, daerah otak yang terlibat mengalami gangguan fungsi yang dapat berupa kelumpuhan separo anggota tubuh, gangguan untukmengerti dan mengucapkan perkataan, gangguan penglihatan pada salah satu mata atau kedua mata.
B. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
1. Stroke Iskhemik
Stroke iskemik menurut soeharto (2007) adalh bentuk ekstrem dari iskemik yang menyebabkan kematian sel-sel otak yang tidak dapat pulih. Kerusakan ini disebut infark otak. Etiologi pada stroke iskemik yaitu aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat. Penumpukan plak yang menyebabkan stroke iskemik berada dalam dinding pembuluh darah arteri di leher dan kepala, sedangkan apabila berada pada pembuluh koroner menyebabkan penyakit jantung koroner. Stroke iskemik apat dibedakan menjadi Trombotik dan embolik. Darah yang menggumpal di dalam pembuluh arteri di otak dapat menybabkan stroke trombolik. Sedangkan serpihan plak yang berjalan-jalan dari jantung atau arteri lain yang mengarah ke otak dapat menyebabkan stroke embolik. Oleh karena itu, bagi seseorang dengan penyakit jantung koroner, risiko mengalami stroke meningkat karena embolus dari jantung yang kurang berfungsi dengan baik dan terbawa oleh aliran darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
2. Stroke Hemoragi
Pada stroke hemorgi, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
C. FAKTOR RESIKO STROKE
Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut dengan Faktor Risiko Stroke. Penyakit tersebut di atas antara lain Hipertensi, Penyakit Jantung, Diabetes Mellitus, Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah). Keadaan yang dapat menyebabkan stroke adalah usia lanjut, obesitas, merokok, suku bangsa (negro/spanyol), jenis kelamin (pria), kurang olah raga. Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena strokenya pun semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki angka yang pasti). Life style alias gaya hidup selalu menjadi kambing hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
D. GEJALA STROKE
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut:
1. Muncul tanda- tanda kehilangan rasa atau lemah pada muka, bahu, atau kaki, terutama bila hanya terjadi pada separuh tubuh.
2. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
3. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
4. Penglihatan ganda.
5. Pusing.
6. Bicara tidak jelas (rero).
7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
9. Pergerakan yang tidak biasa.
10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
11. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
12. Pingsan.
Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.
E. Mendiagnosis Stroke
Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.
F. PENANGANAN STROKE
1. Terapi dan pengobatan
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan). Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.
2. Diit Penyakit stroke
Selain pengobatan dan terapi, pasien dengan penyakit stroke juga memerlukan diit yang tepat untuk mengatasi keadaannya. Tujuan diberikannya diit penyakit stroke menurut Almatsier (2005) adalah untuk :
1) Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
2) Memperbaiki keadaan Stroke, seperti disfagia, pneumonia, kelainan ginjal, dan dekubitus.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Sedangkan syarat-syarat diit adalah :
1) Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/BB. Pada fase akut energi diberikan 1100-1500 kkal/hari.
2) Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2-1,5 g/kgBB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6 g/kgBB.
3) Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber lemak yaitu < 10% dari kebutuhan energi total. Kolesterol dibatasi < 300 mg.
4) Karbohidrat cukup, yaitu 60-70 % dari kebutuhan energi total. Untuk pasien dengan Diabetes Mellitus diutamakan karbihidrat kompleks.
5) Vitamin cukup, terutama vitamin A, riboflavin, B6, asam folat, B12, C dan E.
6) Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium dan kalium. Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1 ½ sendok teh/ hari (setera dengan ± 5 gram garam dapur atau 2 g natrium).
7) Serat cukup, intik membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah konstipasi.
8) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas/hari, kecuali pada keadaan edema dan asites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya diberikan setelah selesai makan agar porsi makanan dapat dihabiskan. Cairan dapat dikentalkan dengan gel atau guracol.
9) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.
10) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
3. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOBATAN STROKE
Berbagai carapun dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit stroke, misalnya dengan melakukan terapi stroke. Ilmuwan bioteknologi kini tengah mengembangkan pemanfataan stem cell (sel punca) sebagai salah satu cara untuk untuk mengobati berbagai penyakit yang dianggap tidak mudah disembuhkan seperti penyakit stroke, jantung diabetes dan sebagainya. Menurut Dr Arief Budi Witarto, peneliti bioteknologi dari LIPI, pemanfaatan stem cell dalam pengobatan klinis sangat memungkinkan. Karena teknologi stem cell mempunyai kemampuan untuk merubah menjadi berbagai jenis sel sehingga dapat berfungsi menggantikan sel yang rusak. “Uji klinis kini sudah mulai dilakukan di beberapa negara untuk mengobati bermacam penyakit,” ujar Arief Budi Witarto dalam Diskusi Ilmiah “Perkembangan Bioteknologi Terkini”, hasil kerjasama Fakultas Biologi UGM dan Yayasan Biooteknologi Indonesia (YMBI), di ruang seminar Fakultas Biologi, Sabtu. Selain Witarto, hadir peneliti bioteknologi perikanan UGM, Dr Ir Murwantoko MSi.
Riset mengenai stem cell sudah dilakukan sejak 1998 dan pada 2005 dilaporkan keberhasilannya meng-klon sel embrio manusia. Di 2007, dari hasil riset diketahui ilmuwan juga berhasil menciptakan sel punca dari sel dewasa dengan penambahan faktor-faktor protein tertentu. Bahkan di Korea, sejak 2005 telah dilakukan uji klinis terapi sel punca menggunakan sumber sel punca dewasa dari sumsum tulang belakang untuk pengobatan stroke dengan hasil begitu memuaskan. “Di Indonesia, tahun ini telah dilakukan pengobatan penyakit jantung menggunakan stem cell. Hasilnya cukup baik,” jelasnya. Meski demikian menurut Witarto, penelitian pengembangan stem cell dalam pengobatan masih memerlukan banyak penelitian lebih lanjut dalam mengungkap mekanisme perubahan sel tersebut. Sehingga dirinya berharap agar para peneliti muda di Indonesia tertantang untuk dapat terlibat aktif dalam penelitian dan pemanfaaatan teknologi baru ini.
DAFTAR PUSTAKA
Petch, Michael.1995. Penyakit Jantung.Archan: Jakarta
Soeharto, iman.2001. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Soeharto, iman.2004. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
http:// www.medicastore.com/stroke
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus stroke meningkat di Negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Data tersebut menunjukan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Menurut servai tahun 2004, strole merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke, dari jumlah tersebut sepertiganya bisa kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler ( pembuluh darah otak ) yang di tandai dengan kematian jaringan otak ( infark serebral ) yang terjadi kerena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala deficit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
A. PENGERTIAN STROKE
Stroke adalah kekurangan darah segar yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada sebagian otak misalnya terdapatnya timbunan plak atau pecahnya arteri (Soeharto, Iman 2001). Sedangkan menurut dr. Novie Cicielia memberikan batasan definisi stroke yaitu gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. Gangguan suplai darah ini dapat berupa iskemia (kekurangan suplai darah) yang di akibatkan oleh thrombosis atau emboli dan pecahnya pembuluh darah ( peradangan) otak. Gangguan suplai darah ini dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel otak, karena tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang dibuthkan, sebagai akibatnya, daerah otak yang terlibat mengalami gangguan fungsi yang dapat berupa kelumpuhan separo anggota tubuh, gangguan untukmengerti dan mengucapkan perkataan, gangguan penglihatan pada salah satu mata atau kedua mata.
B. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
1. Stroke Iskhemik
Stroke iskemik menurut soeharto (2007) adalh bentuk ekstrem dari iskemik yang menyebabkan kematian sel-sel otak yang tidak dapat pulih. Kerusakan ini disebut infark otak. Etiologi pada stroke iskemik yaitu aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat. Penumpukan plak yang menyebabkan stroke iskemik berada dalam dinding pembuluh darah arteri di leher dan kepala, sedangkan apabila berada pada pembuluh koroner menyebabkan penyakit jantung koroner. Stroke iskemik apat dibedakan menjadi Trombotik dan embolik. Darah yang menggumpal di dalam pembuluh arteri di otak dapat menybabkan stroke trombolik. Sedangkan serpihan plak yang berjalan-jalan dari jantung atau arteri lain yang mengarah ke otak dapat menyebabkan stroke embolik. Oleh karena itu, bagi seseorang dengan penyakit jantung koroner, risiko mengalami stroke meningkat karena embolus dari jantung yang kurang berfungsi dengan baik dan terbawa oleh aliran darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
2. Stroke Hemoragi
Pada stroke hemorgi, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
C. FAKTOR RESIKO STROKE
Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut dengan Faktor Risiko Stroke. Penyakit tersebut di atas antara lain Hipertensi, Penyakit Jantung, Diabetes Mellitus, Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah). Keadaan yang dapat menyebabkan stroke adalah usia lanjut, obesitas, merokok, suku bangsa (negro/spanyol), jenis kelamin (pria), kurang olah raga. Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena strokenya pun semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki angka yang pasti). Life style alias gaya hidup selalu menjadi kambing hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
D. GEJALA STROKE
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut:
1. Muncul tanda- tanda kehilangan rasa atau lemah pada muka, bahu, atau kaki, terutama bila hanya terjadi pada separuh tubuh.
2. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
3. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
4. Penglihatan ganda.
5. Pusing.
6. Bicara tidak jelas (rero).
7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
9. Pergerakan yang tidak biasa.
10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
11. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
12. Pingsan.
Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.
E. Mendiagnosis Stroke
Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.
F. PENANGANAN STROKE
1. Terapi dan pengobatan
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan). Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.
2. Diit Penyakit stroke
Selain pengobatan dan terapi, pasien dengan penyakit stroke juga memerlukan diit yang tepat untuk mengatasi keadaannya. Tujuan diberikannya diit penyakit stroke menurut Almatsier (2005) adalah untuk :
1) Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
2) Memperbaiki keadaan Stroke, seperti disfagia, pneumonia, kelainan ginjal, dan dekubitus.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Sedangkan syarat-syarat diit adalah :
1) Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/BB. Pada fase akut energi diberikan 1100-1500 kkal/hari.
2) Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2-1,5 g/kgBB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6 g/kgBB.
3) Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber lemak yaitu < 10% dari kebutuhan energi total. Kolesterol dibatasi < 300 mg.
4) Karbohidrat cukup, yaitu 60-70 % dari kebutuhan energi total. Untuk pasien dengan Diabetes Mellitus diutamakan karbihidrat kompleks.
5) Vitamin cukup, terutama vitamin A, riboflavin, B6, asam folat, B12, C dan E.
6) Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium dan kalium. Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1 ½ sendok teh/ hari (setera dengan ± 5 gram garam dapur atau 2 g natrium).
7) Serat cukup, intik membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah konstipasi.
8) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas/hari, kecuali pada keadaan edema dan asites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya diberikan setelah selesai makan agar porsi makanan dapat dihabiskan. Cairan dapat dikentalkan dengan gel atau guracol.
9) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.
10) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
3. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOBATAN STROKE
Berbagai carapun dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit stroke, misalnya dengan melakukan terapi stroke. Ilmuwan bioteknologi kini tengah mengembangkan pemanfataan stem cell (sel punca) sebagai salah satu cara untuk untuk mengobati berbagai penyakit yang dianggap tidak mudah disembuhkan seperti penyakit stroke, jantung diabetes dan sebagainya. Menurut Dr Arief Budi Witarto, peneliti bioteknologi dari LIPI, pemanfaatan stem cell dalam pengobatan klinis sangat memungkinkan. Karena teknologi stem cell mempunyai kemampuan untuk merubah menjadi berbagai jenis sel sehingga dapat berfungsi menggantikan sel yang rusak. “Uji klinis kini sudah mulai dilakukan di beberapa negara untuk mengobati bermacam penyakit,” ujar Arief Budi Witarto dalam Diskusi Ilmiah “Perkembangan Bioteknologi Terkini”, hasil kerjasama Fakultas Biologi UGM dan Yayasan Biooteknologi Indonesia (YMBI), di ruang seminar Fakultas Biologi, Sabtu. Selain Witarto, hadir peneliti bioteknologi perikanan UGM, Dr Ir Murwantoko MSi.
Riset mengenai stem cell sudah dilakukan sejak 1998 dan pada 2005 dilaporkan keberhasilannya meng-klon sel embrio manusia. Di 2007, dari hasil riset diketahui ilmuwan juga berhasil menciptakan sel punca dari sel dewasa dengan penambahan faktor-faktor protein tertentu. Bahkan di Korea, sejak 2005 telah dilakukan uji klinis terapi sel punca menggunakan sumber sel punca dewasa dari sumsum tulang belakang untuk pengobatan stroke dengan hasil begitu memuaskan. “Di Indonesia, tahun ini telah dilakukan pengobatan penyakit jantung menggunakan stem cell. Hasilnya cukup baik,” jelasnya. Meski demikian menurut Witarto, penelitian pengembangan stem cell dalam pengobatan masih memerlukan banyak penelitian lebih lanjut dalam mengungkap mekanisme perubahan sel tersebut. Sehingga dirinya berharap agar para peneliti muda di Indonesia tertantang untuk dapat terlibat aktif dalam penelitian dan pemanfaaatan teknologi baru ini.
DAFTAR PUSTAKA
Petch, Michael.1995. Penyakit Jantung.Archan: Jakarta
Soeharto, iman.2001. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Soeharto, iman.2004. Serangan Jantung dan Stroke. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
http:// www.medicastore.com
MAKALAH
A. Pengertian
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai adanya gejala. Tulang terdiri dari mineral - mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang. Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan.Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.
US Department of Health and Human Services pada tahun 2004 melaporkan bahwa hingga tahun 2020 bila tidak ada penangan serius diperkirakan setengah dari jumlah penduduk AS akan terkena osteoporosis. Di Indonesia, hasil analisa Depkes di 14 propinsi sebagaimana dimuat oleh IDI Online melaporkan bahwa penderita osteoporosis telah mencapai sekitar 19,7 persen dari jumlah lansia yang ada. Oleh karena itu tanggal 20 September hingga 20 Oktober 2005 dicanangkan oleh Menteri Kesehatan sebagai Bulan Osteoporosis Nasional.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional). Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional). Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional).Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (DEPKES, 2006). Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari data terakhir Depkes, yang mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk dengan alasan perokok di negeri ini urutan ke-2 dunia setelah China.
B. Etiologi
Penyebab Osteoporosis dan Faktor Risiko Osteoporosis
1. Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Faktor Risiko Osteoporosis
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita osteoporosi
jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
• Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
• Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
• Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
• Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
• Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
7. Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna.
C. Patofisiologi
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan atau karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
D. Gejala Osteoporosis dan Diagnosa Osteoporosis
Gejal-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:
• patah tulang
• punggung yang semakin membungkuk
• hilangnya tinggi badan
• nyeri punggung
Diagnosa Osteoporosis
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi. Untuk mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Di Indonesia dikenal 3 cara penegakan diagnosa penyakit osteoporosis, yaitu:
1. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry).
Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit.DXA sangat berguna untuk:
o wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
o penderita yang diagnosisnya belum pasti
o penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat
2. Densitometer-USG.
Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx.
Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi oral.
Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai penanda biokimia pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.
Di luar negeri, dokter dapat pula menggunakan metode lain untuk mendiagnosa penyakit osteoporosis, antara lain:
1. Sinar x untuk menunjukkan degenerasi tipikal dalam tulang punggung bagian bawah.
2. Pengukuran massa tulang dengan memeriksa lengan, paha dan tulang belakang.
3. Tes darah yang dapat memperlihatkan naiknya kadar hormon paratiroid.
Biopsi tulang untuk melihat tulang mengecil, keropos tetapi tampak normal
E. Penanganan ( terapi diit)
TERAPI DIET
1. Tujuan diit ini
a. Membantu mencegah terjadinya osteoporosis
b. Membantu mengurangi kerapuhan masa tulang lebih lanjut
c. Agar dapat melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasanya
2. Perbedaan diit ini dengan makanan biasa
a. Bahan makanan yang digunakan berkalsium tinggi dan makanan sumber vitamin D
b. Sebagian besar protein yang digunakan golongan nabati
c. Penggunaan bahan makanan yang mengandung natrium dibatasi.
d. Mengkonsumsi sayur dan buah dalam jumlah cukup
e. Menghindari konsumsi alcohol
f. Bila terlalu gemuk, jumlah kalori dibatasi
3. Bahan makanan sumber Kalsium
a. Tinggi ( > 200 mg/100 gr BM )
Saridele bubuk, rebon, teri, udang kering, sarden, bayam, keju )
b. Sedang ( 100 – 200 mg/100 gr BM )
Brokoli, pecay, kacang ijo, tahu, tempe, susu
c. Rendah ( 10 – 100 mg / 100 gr BM )
Daging, ayam, hati, telur, ayam
4. Makanan Yang Dianjurkan
a. Sumber hidrat arang : Semua bahan makanan sumber hidrat arang
b. Sumber Protein hewani : Ikan teri, ikan sarden, udang rebon kering, telur.
c. Sumber protein nabati : Kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tahu, tempe, oncom dan sebagainya
d. Lemak : minyak dalam jumlah terbatas
e. Sayuran : Sayuran hijau seperti bayam, kangkung, sawi hijau,kacang panjang, pakcoi dan calsium
f. Buah :Semua macam buah
g. Susu dan produk susu yang sudah diolah seperti keju, yoghurt, mentega, margarine.
h. Bumbu :Semua macam bumbu
5. bahan makanan sumber natrium
Roti, krekers, dendeng, abon, ikan asin, ikan pindang
6. bahan makanan sumber vitamin D
Susu, produk olahan susu ( keju, yoghurt ), kedelai, produk olahan kedelai ( tahu, tempe ) , ikan, hati.
7. bahan makanan yang dibatasi / bahan makanan yang dapat menghambat penyerapan kalsium
a. Kopi, teh kental, minuman yang mengandung soda dan alcohol.
b. Semua daging yang banyak mengandung lemak.
c. Bahan makanan yang berserat tinggi
Cara memasak makanan
a. Cara-cara memasak yang baik ialah merebus, mengukus, mengungkep, menumis, memanggang atau membakar.
b. Hindarkankanlah makanan yang diolah dengan cara menggoreng.
Contoh menu
Pagi : Siang :
Nasi roti bakar isi keju
Pecel daun papaya tomat
Tempe mendoan 10.00 :
Ikan Mas bakar bolu gulung nanas
Melon
Malam :
Nasi
Tauge cah tahu teri
Brokoli saus bawang
Ayam goreng
Jeruk
Keterangan / catatan :
Penatalaksanaan diet sebaiknya diimbangin dengan Olah raga dan tubuh cukup terpapar sinar matahari, terutama sinar ultraviolet selama 5 – 15 menit/ hari.
F. Pecegahan
Pencegahan Osteoporosis
Menurut dr. Bambang Setiyohadi, Sp.PD, KR pencegahan osteoporosis sebaiknya dilakukan sejak masih dalam kandungan. Sang ibu harus mengkonsumsi kalsium dengan cukup sehingga tulang bayi dalam kandungan tumbuh optimal dan tidak mengambil cadangan kalsium dari tulang ibu. Prof. DR. Dr. Ichramsjah A Rachman, Sp.OG (K) juga lebih menekankan pentingnya pencegahan dibandingkan pengobatan. Hal yang paling penting adalah menyadari akan kejadian osteoporosis yang mengancam terutama wanita. Semua manusia di dunia pasti akan menjadi tua baik pria maupun wanita.Proses penuaan telah terjadi sejak manusia dilahirkan ke dunia dan terus menerus terjadi sepanjang kehidupannya. Khususnya pada wanita, proses ini mempunyai dampak tersendiri berkaitan dengan proses siklik haid setiap bulannya yang mulaiu terganggu dan akhirnya menghilang sama sekali.
Terganggunya atau sampai hilangnya proses haid (menopause dan pasca menopause) disebabkan penurunana dan hilangnya hormon estrogen. Ini adalah hal yang normal dan alamiah. Namun, penerimaannnya berbeda-beda diantara wanita. Dengan turunnya kadar hormon estrogen maka proses osteoblas (pembentukan tulang) terhambat dan dua hormon yang berperan dalam proses ini yaitu D, PTH pun turun sehingga dimulai hilangnya kadar mineral tulang. Apabila hal ini terus berlanjut dan akibat kelanjutan harapan hidup masih akan mencapai keadaan osteoporosis yaitu kondisi dimana massa tulang demikian rendah sehingga tulang mudah patah. Diketahui 85% wanita menderita osteoporosis yang terjadi sekitar 10 tahun setelah menopause, atau 8 tahun setelah pengangkatan kedua ovarium. Jadi, para wanita perlu lebih waspada akan ancaman penyakit osteoporosis dibandingkan pria. Karena penyakit ini baru muncul setelah usia lanjut, wanita muda harus sadar dan segera melakukan tindakan pencegahan sebagai berikut, antara lain:
1. Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis harian yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk usia lansia dianjurkan 1200 mg per hari.
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Pilihlah makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
2. Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore)
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Untungnya, Indonesia beriklim tropis sehingga sinar matahari berlimpah. Berjemurlah di bawah sinar matahari selama 30 menit pada pagi hari sebelum jam 09.00 dan sore hari sesudah jam 16.00.
3. Melakukan olah raga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olah raga beban misalnya berjalan dan menaiki tangga tetapi berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang. Dr. Ade Tobing, Sp.KO kini mengenalkan yang disebut latihan jasmani yang baik, benar, terukur dan teratur (BBTT). Latihan BBTT ternyata terbukti bermanfaat dalam memelihara dan meningkatkan massa tulang. Oleh sebab itu, latihan fisik (BBTT) dapat dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit osteoporosis.
4. Gaya hidup sehat
Tidak ada kata terlambat untuk melakukan gaya hidup sehat. Menghindari rokok dan alkohol memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan risiko osteoporosis. Konsumsi kopi, minuman bersoda, dan daging merah pun dilakukan secara bijak.
5. Hindari obat-obatan tertentu
Hindari obat-obatan golongan kortikosteroid. Umumnya steroid ini diberikan untuk penyakit asma, lupus, keganasan. Waspadalah penggunaan obat antikejang. Jika tidak ada obat lain, maka obat-obatan tersebut dapat dikonsumsi dengan dipantau oleh dokter.
6. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
o Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang.
o Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim.
o Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormone
Untuk menghindari osteoporosis dapat dilakukan hal sebagai berikut :
• Mulailah Mengkonsumsi Susu setiap hari sejak dini
• Makanlah makanan yang gizinya seimbang
• Kurangi sodium
• Kurangi garam
• Hindari daging merah dan makanan yang diasinkan
• Olah Raga secara teratur atau berjalan minimal 10-15 menit setiap hari, Untuk wanita modern lebih baik bila berjalan-jalan di Mall.
• Hindari Meminum Kopi dan minuman ber-alkohol.
• Perbanyak minum air putih
G. Daftar pustaka
http://konsulgizi.blogspot.com/2007/09/makanan-untuk-penderita-osteoporosis.html
http://www.medicastore.com/osteoporosis/tanya_jawab_dokter_osteoporosis.htm#3
http://www.totalkesehatananda.com/index.html
S. Wirakusumah, Emma. 2007. Mencegah Osteoporosis. Jakarta: Penebar Plus
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai adanya gejala. Tulang terdiri dari mineral - mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang. Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan.Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.
US Department of Health and Human Services pada tahun 2004 melaporkan bahwa hingga tahun 2020 bila tidak ada penangan serius diperkirakan setengah dari jumlah penduduk AS akan terkena osteoporosis. Di Indonesia, hasil analisa Depkes di 14 propinsi sebagaimana dimuat oleh IDI Online melaporkan bahwa penderita osteoporosis telah mencapai sekitar 19,7 persen dari jumlah lansia yang ada. Oleh karena itu tanggal 20 September hingga 20 Oktober 2005 dicanangkan oleh Menteri Kesehatan sebagai Bulan Osteoporosis Nasional.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional). Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional). Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional).Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (DEPKES, 2006). Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari data terakhir Depkes, yang mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk dengan alasan perokok di negeri ini urutan ke-2 dunia setelah China.
B. Etiologi
Penyebab Osteoporosis dan Faktor Risiko Osteoporosis
1. Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Faktor Risiko Osteoporosis
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita osteoporosi
jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
• Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
• Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
• Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
• Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
• Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
7. Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna.
C. Patofisiologi
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan atau karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
D. Gejala Osteoporosis dan Diagnosa Osteoporosis
Gejal-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:
• patah tulang
• punggung yang semakin membungkuk
• hilangnya tinggi badan
• nyeri punggung
Diagnosa Osteoporosis
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi. Untuk mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Di Indonesia dikenal 3 cara penegakan diagnosa penyakit osteoporosis, yaitu:
1. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry).
Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit.DXA sangat berguna untuk:
o wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
o penderita yang diagnosisnya belum pasti
o penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat
2. Densitometer-USG.
Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx.
Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi oral.
Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai penanda biokimia pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.
Di luar negeri, dokter dapat pula menggunakan metode lain untuk mendiagnosa penyakit osteoporosis, antara lain:
1. Sinar x untuk menunjukkan degenerasi tipikal dalam tulang punggung bagian bawah.
2. Pengukuran massa tulang dengan memeriksa lengan, paha dan tulang belakang.
3. Tes darah yang dapat memperlihatkan naiknya kadar hormon paratiroid.
Biopsi tulang untuk melihat tulang mengecil, keropos tetapi tampak normal
E. Penanganan ( terapi diit)
TERAPI DIET
1. Tujuan diit ini
a. Membantu mencegah terjadinya osteoporosis
b. Membantu mengurangi kerapuhan masa tulang lebih lanjut
c. Agar dapat melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasanya
2. Perbedaan diit ini dengan makanan biasa
a. Bahan makanan yang digunakan berkalsium tinggi dan makanan sumber vitamin D
b. Sebagian besar protein yang digunakan golongan nabati
c. Penggunaan bahan makanan yang mengandung natrium dibatasi.
d. Mengkonsumsi sayur dan buah dalam jumlah cukup
e. Menghindari konsumsi alcohol
f. Bila terlalu gemuk, jumlah kalori dibatasi
3. Bahan makanan sumber Kalsium
a. Tinggi ( > 200 mg/100 gr BM )
Saridele bubuk, rebon, teri, udang kering, sarden, bayam, keju )
b. Sedang ( 100 – 200 mg/100 gr BM )
Brokoli, pecay, kacang ijo, tahu, tempe, susu
c. Rendah ( 10 – 100 mg / 100 gr BM )
Daging, ayam, hati, telur, ayam
4. Makanan Yang Dianjurkan
a. Sumber hidrat arang : Semua bahan makanan sumber hidrat arang
b. Sumber Protein hewani : Ikan teri, ikan sarden, udang rebon kering, telur.
c. Sumber protein nabati : Kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tahu, tempe, oncom dan sebagainya
d. Lemak : minyak dalam jumlah terbatas
e. Sayuran : Sayuran hijau seperti bayam, kangkung, sawi hijau,kacang panjang, pakcoi dan calsium
f. Buah :Semua macam buah
g. Susu dan produk susu yang sudah diolah seperti keju, yoghurt, mentega, margarine.
h. Bumbu :Semua macam bumbu
5. bahan makanan sumber natrium
Roti, krekers, dendeng, abon, ikan asin, ikan pindang
6. bahan makanan sumber vitamin D
Susu, produk olahan susu ( keju, yoghurt ), kedelai, produk olahan kedelai ( tahu, tempe ) , ikan, hati.
7. bahan makanan yang dibatasi / bahan makanan yang dapat menghambat penyerapan kalsium
a. Kopi, teh kental, minuman yang mengandung soda dan alcohol.
b. Semua daging yang banyak mengandung lemak.
c. Bahan makanan yang berserat tinggi
Cara memasak makanan
a. Cara-cara memasak yang baik ialah merebus, mengukus, mengungkep, menumis, memanggang atau membakar.
b. Hindarkankanlah makanan yang diolah dengan cara menggoreng.
Contoh menu
Pagi : Siang :
Nasi roti bakar isi keju
Pecel daun papaya tomat
Tempe mendoan 10.00 :
Ikan Mas bakar bolu gulung nanas
Melon
Malam :
Nasi
Tauge cah tahu teri
Brokoli saus bawang
Ayam goreng
Jeruk
Keterangan / catatan :
Penatalaksanaan diet sebaiknya diimbangin dengan Olah raga dan tubuh cukup terpapar sinar matahari, terutama sinar ultraviolet selama 5 – 15 menit/ hari.
F. Pecegahan
Pencegahan Osteoporosis
Menurut dr. Bambang Setiyohadi, Sp.PD, KR pencegahan osteoporosis sebaiknya dilakukan sejak masih dalam kandungan. Sang ibu harus mengkonsumsi kalsium dengan cukup sehingga tulang bayi dalam kandungan tumbuh optimal dan tidak mengambil cadangan kalsium dari tulang ibu. Prof. DR. Dr. Ichramsjah A Rachman, Sp.OG (K) juga lebih menekankan pentingnya pencegahan dibandingkan pengobatan. Hal yang paling penting adalah menyadari akan kejadian osteoporosis yang mengancam terutama wanita. Semua manusia di dunia pasti akan menjadi tua baik pria maupun wanita.Proses penuaan telah terjadi sejak manusia dilahirkan ke dunia dan terus menerus terjadi sepanjang kehidupannya. Khususnya pada wanita, proses ini mempunyai dampak tersendiri berkaitan dengan proses siklik haid setiap bulannya yang mulaiu terganggu dan akhirnya menghilang sama sekali.
Terganggunya atau sampai hilangnya proses haid (menopause dan pasca menopause) disebabkan penurunana dan hilangnya hormon estrogen. Ini adalah hal yang normal dan alamiah. Namun, penerimaannnya berbeda-beda diantara wanita. Dengan turunnya kadar hormon estrogen maka proses osteoblas (pembentukan tulang) terhambat dan dua hormon yang berperan dalam proses ini yaitu D, PTH pun turun sehingga dimulai hilangnya kadar mineral tulang. Apabila hal ini terus berlanjut dan akibat kelanjutan harapan hidup masih akan mencapai keadaan osteoporosis yaitu kondisi dimana massa tulang demikian rendah sehingga tulang mudah patah. Diketahui 85% wanita menderita osteoporosis yang terjadi sekitar 10 tahun setelah menopause, atau 8 tahun setelah pengangkatan kedua ovarium. Jadi, para wanita perlu lebih waspada akan ancaman penyakit osteoporosis dibandingkan pria. Karena penyakit ini baru muncul setelah usia lanjut, wanita muda harus sadar dan segera melakukan tindakan pencegahan sebagai berikut, antara lain:
1. Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis harian yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk usia lansia dianjurkan 1200 mg per hari.
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Pilihlah makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
2. Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore)
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Untungnya, Indonesia beriklim tropis sehingga sinar matahari berlimpah. Berjemurlah di bawah sinar matahari selama 30 menit pada pagi hari sebelum jam 09.00 dan sore hari sesudah jam 16.00.
3. Melakukan olah raga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olah raga beban misalnya berjalan dan menaiki tangga tetapi berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang. Dr. Ade Tobing, Sp.KO kini mengenalkan yang disebut latihan jasmani yang baik, benar, terukur dan teratur (BBTT). Latihan BBTT ternyata terbukti bermanfaat dalam memelihara dan meningkatkan massa tulang. Oleh sebab itu, latihan fisik (BBTT) dapat dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit osteoporosis.
4. Gaya hidup sehat
Tidak ada kata terlambat untuk melakukan gaya hidup sehat. Menghindari rokok dan alkohol memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan risiko osteoporosis. Konsumsi kopi, minuman bersoda, dan daging merah pun dilakukan secara bijak.
5. Hindari obat-obatan tertentu
Hindari obat-obatan golongan kortikosteroid. Umumnya steroid ini diberikan untuk penyakit asma, lupus, keganasan. Waspadalah penggunaan obat antikejang. Jika tidak ada obat lain, maka obat-obatan tersebut dapat dikonsumsi dengan dipantau oleh dokter.
6. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
o Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang.
o Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim.
o Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormone
Untuk menghindari osteoporosis dapat dilakukan hal sebagai berikut :
• Mulailah Mengkonsumsi Susu setiap hari sejak dini
• Makanlah makanan yang gizinya seimbang
• Kurangi sodium
• Kurangi garam
• Hindari daging merah dan makanan yang diasinkan
• Olah Raga secara teratur atau berjalan minimal 10-15 menit setiap hari, Untuk wanita modern lebih baik bila berjalan-jalan di Mall.
• Hindari Meminum Kopi dan minuman ber-alkohol.
• Perbanyak minum air putih
G. Daftar pustaka
http://konsulgizi.blogspot.com/2007/09/makanan-untuk-penderita-osteoporosis.html
http://www.medicastore.com/osteoporosis/tanya_jawab_dokter_osteoporosis.htm#3
http://www.totalkesehatananda.com/index.html
S. Wirakusumah, Emma. 2007. Mencegah Osteoporosis. Jakarta: Penebar Plus
MAKALAH
MAKALAH IPTEK
”OBESITAS”
Kelompok :
1. Fuji Astuti (PO7131107045 )
2. Indah Ayu Tri.K (PO71311070 52)
3. Ive Maryani (PO7131107053 )
4. Siska Presya Y (PO7131107067 )
5. Sulasyi Setyaningsih (PO7131107070)
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN GIZI
2009
OBESITAS
A. Pendahuluan
Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relative seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, protein dan lemak. Kondisi itu disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi (Budiyanto,2002).
Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan:
1. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bilamana BB > 120% BB standar.
2. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% atau Z-score = + 2 SD.
3. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK).
4. Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.
5. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.
6. Indeks Massa Tubuh (IMT) > 27,0/kg/m2.
Menurut Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Prof Dr Herdinsyah MS, saat ini jumlah penderita obesitas di Indonesia untuk populasi remaja dewasa sudah mencapai angka 18 persen. Angka ini bahkan lebih tinggi lagi di kelompok dewasa, yaitu bisa mencapai 25 persen dari total populasi seluruh Indonesia(Gizi.net, 2007)
Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia 15 tahun adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak-anak usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun (Menkes, 2009)
Obesitas sering dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh. Lemak adalah kawan sekaligus lawan. Lemak sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, sebagai penyerap guncangan, dan lain-lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan pada wanita adalah sekitar 25-30% dan pada pria sekitar 18-23% (Depkes.go.id, 2007).
Walaupun lemak amat berguna bagi tubuh, berbagai penyakit dapat timbul karena kelebihan lemak. Salah satunya adalah obesitas atau kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 25% (pada pria 20% atau lebih) dari berat ideal yang sesuai untuk tinggi tubuh dianggap mengalami obesitas (Depkes.go.id, 2007).
Obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit serius, antara lain DM, hipertensi dan jantung. Risiko kematian yang disebabkan oleh diabetes yakni stroke, coronary artery disease, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi, ginjal, dan gallbladder disorders. Selain itu, obesitas ini juga disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya, pola makan yang salah (terbiasa makan makanan berlemak tinggi), gaya hidup modern yang kurang gerak, stres yang dilarikan pada makanan, dan faktor keturunan (Yayasan Jantung Indonesia). Mengalami penumpukan lemak lebih banyak dibandingkan dengan penderita kegemukan untuk jangka waktu yang lama dan berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit degeneratif seperti payah jantung kongesti, hipertensi, diabetes melitus tipe 2 dan sebagainya. Nilai IMT untuk obesitas adalah diatas 30/kg/m2 (Ginanjar, 2005)
B. Etiologi
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energy positif, sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10%.
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.
1. Faktor Genetik
Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari.
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.
2. Faktor Lingkungan
a. Aktifitas fisik.
Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan. Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.
Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit energi. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
b. Faktor nutrisional.
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak5 serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.
3. Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.
C. Patofisiologi
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan penyimpanan energi, melalui sinyal sinyal efferent yang berpusat di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal afferent dari perifer terutama dari jaringan adipose tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.
Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal panjang yang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Didalam system ini leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan. Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus saraf darah otak menuju ke hipotalamus. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan. Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin.
Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin berperan juga dalam regulasi keseimbangan energi, demikian juga dengan beberapa neuropeptide dan hormon perifer yang juga mempengaruhi asupan makanan dan berperan didalam pengendalian kebiasaan makan. Neuropeptide-neuropeptide ini meliputi neuropeptide Y (NPY), melanin concentrating hormone, corticotropin-releasing hormone (CRH), bombesin dan somatostatin. NPY dan CRH terdapat di nukleus paraventrikuler (PVN) yang terletak di bagian dorsal dan rostral ventromedial hypothalamic (VMH), sehingga lesi pada daerah ini akan mempengaruhi kebiasaan makan dan keseimbangan energi. NPY merupakan neuropeptida.
Nukleus VMH merupakan satiety center / anorexigenic center . Stimulasi pada nukleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan nukleus ini akan menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan obesitas. Sedang nukleus area lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding center / orexigenic center dan memberikan pengaruh yang berlawanan.
Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang neuron proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript (POMC/ CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan, meningkatkan pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron NPY/AGRP (agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik (merangsang nafsu makan, menurunkan pengeluaran energi). Pelepasan neuropeptida-neuropeptida NPY/AGRP dan POMC/CART oleh neuron-neuron tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA, yang selanjutnya akan memediasi efek insulin dan leptin dengan cara mengatur respon neuron-neuron dalam nukleus traktus solitarius (NTS) di otak belakang terhadap sinyal rasa kenyang (oleh kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul setelah makan. Sinyal rasa kenyang ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus. Jalur descending anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di NTS yang mengatur penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur anabolik menurunkan efek sinyal kenyang jalur pendek, sehingga menyebabkan penyesuaian porsi makan yang mempunyai efek jangka panjang pada perubahan asupan makan dan berat badan.
D. Gejala
Gejala terjadinya obesitas adalah terjadi penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada yang bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.
Gejala lain yang terjadi pada orang obesitas yaitu bentuk muka tidak proporsional. Hidung dan mulut relatif kecil, dagu ganda dan timbunan lemak di daerah payudara sehingga cenderung membuat malu remaja putra. Perut menggantung, terdapat lipatan dan alat genital khususnya pada remaja putra akan terlihat lebih kecil karena timbunan lemak. Paha dan lengan terlihat besar namun jari tangan sangat runcing.
E. Terapi
Suatu ciri obesitas yang telah disepkati oleh para peneliti bahwa adanya kecenderungan obesitas akan tetap saja obesitas jika pengobatannya tidak diakukan secara komprehensif atau jika dapat diturunkan bobot tubuhnya dengan pengobatan maka setelah pengobatan selisih bobot tubuhnya akan meningkat kembali jika pengobatannya tidak tertib dan teratur untuk itu peranan pengobatan secara komprehensif dan teratur sangat dibutuhkan untuk pengobatan obesitas.
Secara umum pengobatan obesitas dapat dilakukan melalui :
a. Diet khusus yaitu diet rendah energi
Diet rendah energi adalah diit yang kandungan energinya dibawah kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral serta banyak mengandung serat yang bermanfaatan dalam proses penurunan berta badan. Diet ini membatasi makanan padat energi, seperti kue-kue yang banyak mengandung karbohidrat sederhana dan lemak, serta goreng-gorengan.
Tujuan diet energi rendah adalah untuk :
1) Mencapai dan mempertahankan status gizi sesuai dengan umur, gender, dan kebutuhan fisik.
2) Mencapai IMT normal yaitu 18,5-25 kg/m2
3) Mengurangi asupan energi, sehingga tercapai penurunan berat badan sebanyak 0,5-1 kg/minggu. Pastikan bahwa yang berkurang adalah lemak dengan mengukur tebal lemak lipatan kulit dan lingkar pinggang.
Syarat diet energi rendah adalah :
1) Energi rendah, ditujukan untuk menurunkan berat badan. Pengurangan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kebiasaaan makan dari segi kualitas dan kuantitas. Untuk menurunkan berat badan sebanyak 0,5-1 kg/minggu, asupan energi dikurangi sebanyak 500-1000 kkl/hari dari kebutuhan. Perhitungan kebutuhan energi normal dilakukan berdasarkan berat badan ideal.
2) Protein sedikit lebih tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg BB/hari atau 15-20% dari kebuthan energi total
3) Lemak sedang yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Usahakan sumber lemak berasal dari makanan yang mengandung lemak tidak jenuh ganda yang kadarnya tinggi.
4) Karbohidrat sedikit lebih rendah, yaitu 55-65% dari kebutuhan energi total. Gunakan lebih banyak sumber karbohidrat komplek untuk member rasa kenyang dan mencegah konstipasi. Sebagai alternative, bias digunakan gula buatan sebgai pengganti gula sederhana.
5) Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.
6) Dianjurkan untuk 3 kali makan utama dan 2-3 kali makan selingan.
7) Cairan cukup yaitu 8-10 gelas/ hari
Tabel bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber Karbohidrat Karbohidrat kompleks seperti : nasi, jagung, ubi, singkong, talas, kentang, sereal Karbohidrat sederhana seperti: gula pasir, gula merah, sirup, kue yang manis, dan gurih
Sumber protein hewani Daging tidak berlemak, ayam tanpa kulit, ikan, telur, daging asap, susu dan keju rendah lemak. Daging berlemak, daging kambing, daging yang diolah dengan santan kentan, digoreng, jeroan, susu full cream, susu kental manis.
Sumber protein nabati Tempe, tahu, susu kedelai, kacang-kacangan yang diolah tanpa digoreng atau dengan santan kental Kacang-kacangan yang diolah dengan cara menggoreng atau dengan santan kental
Sayuran Sayuran yang banyak mengandung serat dan diolah tanpa santan kental berupa sayuran rebus, tumis, dengan santan encer atau lalapan Sayuran yang sedikit mengandung serat dan yang dimasak dengan santan kental.
Buah-buahan Semua macam buah-buahan terutama yang banyak mengandung serat Durian, avokad, manisan, buah-buahan, buah yang diolah dengan gula dan susu kental manis
Lemak Minyak tak jenuh tunggal atau ganda, seperti minyak kelapa sawit, minyak kedelai dan minyak jagung yang tidak digunakan untuk menggoreng. Minyak kelapa, kelapa, dan santan
b. Olahraga
Olahraga merupakan salah satu bagian program penurunan berat badan yang manapun. Namun demikian,pentingnya olahraga untuk keseimbangan energi harus dimengerti secara jelas. Olahraga yang cukup berat setiap hari sekalipun tidak memberikan peningkatan pengeluaran energi yang cukup besar untuk mengubah kecepatan awal penurunan berat badan secara bermakna. Hal ini tidak berarti bahwa olahraga tidak penting dalam penurunan berat badan, sebab peningkatan pengeluaran energi yang sedikitpun dapat menyebabkan perubahan keseimbangan energi yang besar untuk jangka panjang jika latihan dilakukan secar teratur. Sebagai contoh, peningkatan energi sebesar 300 kkal setiap hari selama 4 bulan akan menyebabkan penurunan berat badan 4,5 kg. lebih penting lagi, gabungan olahraga teratur dengan keseluruhan progam penurunan berat badan akan memperbaiki kesempatan bahwa penurunan berat badan dapat dipertahankan.
c. Pengubahan perilaku
Dengan mengenali masalah-masalah yang terlibat, teknik mengubah perilaku dapat diterapkan untuk mengobati pola perilaku makan yang tidak normal. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu obes berespon kurang baik dibandingkan individu normal terhadap isyarat iterna yang mengatur tingkah laku makan seperti misalnya kontaksi lambung, ketakutan, dan memkan makanan sebelumnya. Sebaliknya, orang yang gemuk member respon yang berlebihan terhadap unsure dari luar, seperti rasa, bau, daya tarik makanan, jumlah makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan mendapatkan makanan. Dari kenyataan bahwa individu yang obes luar biasa rentan dengan rangsang dari luar, asupan makanan dapat diubah dengan mengubah pola dan bentuk unsure luar ini, dan ini merupakan alas an utama yang mendasari pendekatan perubahan perilaku untuk menurunkan berat badan.
Modifikasi tingkah laku dimulai dengan riwayat individual mendetail dari pola makan pasien dengan melihat waktu dalam sehari, lama periode makanan, tempat makan (restoran, meja makan, berdiri di depan kulkas yang terbuka), aktifitas yang dilakukan bersamaan (menonton televisi, membaca, bermalas-malasan), dan akhirnya jenis dan kuantitas makanan yang dimakan. Sekali catatan mendetail diperoleh, terapis, dan pasien dapat merancang perubahan tingkah laku spesifik yang ditujukan untuk menghentikan atau menghilangkan pola tingkah laku yang berulang yang memulai atau memperlama aktifitas makan abnormal. Hasil dari tekhnik mengubah perilaku menunjukkan bahwa banyak pasien dapat mempertahankan hasil penurunan berat badan dalam jangka panjang sehingga terbentuk pola perilaku baru yang sungguh-sungguh dipelajari.
d. Pembedahan
Pembedahan untuk mengatasi masalah obesitas sebenarnya telah diterapkan sejak th.1960 dengan bedah pintas lambung. Hanya karena teknologi bedah saat itu masih terbatas, membuat operasi ini hampir selalu berujung pada kematian pasien.Ada beberapa pilihan pembedahan seperti Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, Vertical Banded Gastroplasty, Roux-en-Y gastric bypass.
Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, merupakan tindakan bedah generasi mutakhir untuk menangani penderita dengan obesitas yang berat, dimana hanya dengan membuat lubang/irisan kecil diperut (diameter 0,5-1,0 cm). Dengan pita/plaster silikon yang dilekatkan seputar lambung bagian atas, sehingga terbentuk satu kantong kecil. Apabila penderita makan, kantong kecil tadi akan cepat penuh dan ini akan memberikan sensasi kenyang. Pengosongan makanan dari kantong kecil tersebut akan secara pelan-pelan melalui ikatan yang dibuat dan penderita tidak akan merasa lapar sampai beberapa jam. Dengan intervensi bedah ini, diharapkan dapat menurunkan berat badan dari 20 kg sampai lebih dari 100kg. (Dr Djoko Merdikoputro Sp.PD, dokter di Klinik Hoo – Semarang)
e. Farmakologik
Tiga mekanisme dapat digunakan untuk mengklasifikasi obat-obatan untuk terapi obesitas adalah terapi yang mengurangi asupan makanan, yang mengganggu metabolisme dengan cara mempengaruhi proses pra atau pascaabsorbsi. Terapi yang meningkatkan pengeluaran energi atau termogenesis.
• Efedrin: meningkatkan pengeluaran energi, akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% selama beberapa jam. Pada uji klinis efedrin dan kafein menghasil kan penurunan berat badan lebih besar dibanding kelompok plasebo. Diperkirakan 25-40% penurunan berat badan oleh karena termogenesis dan 60-75% karena pengurangan asupan makanan. Efek samping utama adalah peningkatan nadi dan perasaan berdebar-debar yang terjadi pada sejumlah penderita
• Sibutramin, menurunkan energy intake dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan. Pada penelitian ternyata terbukti sibutramin menurunkan asupan makanan dengan cara mempercepat timbulnya rasa kenyang dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan (Dr Djoko Merdikoputro Sp.PD, dokter di Klinik Hoo – Semarang)
• Obat yang mengurangi nafsu makan terdiri dari Noradrenergic agent (Benzphetamine, Phendimetrazine, Phentermine, Phentermineresin, Diethylpropion), serotonin agent, dan kombinasi keduanya (Sibutramine). Obat ini bekerja dengan menekan neurotransmitter seperti norepinephrine, serotonin, dopamine dll di susunan saraf pusat yang berperan dalam meningkatkan nafsu makan. Obat ini hanya dapat dikonsumsi selama 12 minggu hingga 6 bulan. Efek samping yang mungkin timbul adalah insomnia, mulut kering, konstipasi, sakit kepala, euphoria, palpitasi dan hipertensi.
• Obat yang mengurangi absorbsi makanan di usus yaitu orlistat. Obat ini bekerja dengan mengikat lipase yang merupakan enzim yang berperan dalam mempermudah absorbsi lemak di usus, sehingga akhirnya lemak tidak bisa diserap. Obat ini dapat digunakan dalam jangka panjang dan efek samping yang dapat timbul adalah buang gas disertai kotoran, sulit menahan BAB, steatorrhea, bercak minyak di celana dalam, frekuensi BAB meningkat, dan kekurangan vitamin yang larut dalam lemak (A,D, E, K) tetapi bisa diatasi dengan suplemen dari luar.
Kunci dari menurunkan berat badan secara sehat tetaplah niat yang kuat disiplin untuk diet yang sehat, olah raga yang teratur, dan mengkonsumsi obat-obatan yang membantu proses diet dan obat-obatan yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh serta selalu diawasi oleh dokter.
F. Dampak
1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Faktor risiko ini meliputi peningkatan : kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99
3. Obstruktive Sleep Apnea
Sering dijumpai pada orang obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok.Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi.Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan.
4. Gangguan Ortopedik
Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.
5. Pseudotumor serebri
Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-2 yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3328
http://wapedia.mobi/id/Obesitas
http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=378
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07_ObesitasPadaAnak.pdf/07_ObesitasPadaAnak.html
http://www.analisadaily.com/index.php?option
”OBESITAS”
Kelompok :
1. Fuji Astuti (PO7131107045 )
2. Indah Ayu Tri.K (PO71311070 52)
3. Ive Maryani (PO7131107053 )
4. Siska Presya Y (PO7131107067 )
5. Sulasyi Setyaningsih (PO7131107070)
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN GIZI
2009
OBESITAS
A. Pendahuluan
Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relative seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, protein dan lemak. Kondisi itu disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi (Budiyanto,2002).
Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan:
1. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bilamana BB > 120% BB standar.
2. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% atau Z-score = + 2 SD.
3. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK).
4. Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.
5. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.
6. Indeks Massa Tubuh (IMT) > 27,0/kg/m2.
Menurut Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Prof Dr Herdinsyah MS, saat ini jumlah penderita obesitas di Indonesia untuk populasi remaja dewasa sudah mencapai angka 18 persen. Angka ini bahkan lebih tinggi lagi di kelompok dewasa, yaitu bisa mencapai 25 persen dari total populasi seluruh Indonesia(Gizi.net, 2007)
Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia 15 tahun adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak-anak usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun (Menkes, 2009)
Obesitas sering dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh. Lemak adalah kawan sekaligus lawan. Lemak sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, sebagai penyerap guncangan, dan lain-lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan pada wanita adalah sekitar 25-30% dan pada pria sekitar 18-23% (Depkes.go.id, 2007).
Walaupun lemak amat berguna bagi tubuh, berbagai penyakit dapat timbul karena kelebihan lemak. Salah satunya adalah obesitas atau kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 25% (pada pria 20% atau lebih) dari berat ideal yang sesuai untuk tinggi tubuh dianggap mengalami obesitas (Depkes.go.id, 2007).
Obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit serius, antara lain DM, hipertensi dan jantung. Risiko kematian yang disebabkan oleh diabetes yakni stroke, coronary artery disease, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi, ginjal, dan gallbladder disorders. Selain itu, obesitas ini juga disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya, pola makan yang salah (terbiasa makan makanan berlemak tinggi), gaya hidup modern yang kurang gerak, stres yang dilarikan pada makanan, dan faktor keturunan (Yayasan Jantung Indonesia). Mengalami penumpukan lemak lebih banyak dibandingkan dengan penderita kegemukan untuk jangka waktu yang lama dan berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit degeneratif seperti payah jantung kongesti, hipertensi, diabetes melitus tipe 2 dan sebagainya. Nilai IMT untuk obesitas adalah diatas 30/kg/m2 (Ginanjar, 2005)
B. Etiologi
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energy positif, sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10%.
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.
1. Faktor Genetik
Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari.
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.
2. Faktor Lingkungan
a. Aktifitas fisik.
Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan. Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.
Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit energi. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
b. Faktor nutrisional.
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak5 serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.
3. Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.
C. Patofisiologi
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan penyimpanan energi, melalui sinyal sinyal efferent yang berpusat di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal afferent dari perifer terutama dari jaringan adipose tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.
Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal panjang yang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Didalam system ini leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan. Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus saraf darah otak menuju ke hipotalamus. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan. Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin.
Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin berperan juga dalam regulasi keseimbangan energi, demikian juga dengan beberapa neuropeptide dan hormon perifer yang juga mempengaruhi asupan makanan dan berperan didalam pengendalian kebiasaan makan. Neuropeptide-neuropeptide ini meliputi neuropeptide Y (NPY), melanin concentrating hormone, corticotropin-releasing hormone (CRH), bombesin dan somatostatin. NPY dan CRH terdapat di nukleus paraventrikuler (PVN) yang terletak di bagian dorsal dan rostral ventromedial hypothalamic (VMH), sehingga lesi pada daerah ini akan mempengaruhi kebiasaan makan dan keseimbangan energi. NPY merupakan neuropeptida.
Nukleus VMH merupakan satiety center / anorexigenic center . Stimulasi pada nukleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan nukleus ini akan menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan obesitas. Sedang nukleus area lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding center / orexigenic center dan memberikan pengaruh yang berlawanan.
Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang neuron proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript (POMC/ CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan, meningkatkan pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron NPY/AGRP (agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik (merangsang nafsu makan, menurunkan pengeluaran energi). Pelepasan neuropeptida-neuropeptida NPY/AGRP dan POMC/CART oleh neuron-neuron tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA, yang selanjutnya akan memediasi efek insulin dan leptin dengan cara mengatur respon neuron-neuron dalam nukleus traktus solitarius (NTS) di otak belakang terhadap sinyal rasa kenyang (oleh kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul setelah makan. Sinyal rasa kenyang ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus. Jalur descending anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di NTS yang mengatur penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur anabolik menurunkan efek sinyal kenyang jalur pendek, sehingga menyebabkan penyesuaian porsi makan yang mempunyai efek jangka panjang pada perubahan asupan makan dan berat badan.
D. Gejala
Gejala terjadinya obesitas adalah terjadi penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada yang bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.
Gejala lain yang terjadi pada orang obesitas yaitu bentuk muka tidak proporsional. Hidung dan mulut relatif kecil, dagu ganda dan timbunan lemak di daerah payudara sehingga cenderung membuat malu remaja putra. Perut menggantung, terdapat lipatan dan alat genital khususnya pada remaja putra akan terlihat lebih kecil karena timbunan lemak. Paha dan lengan terlihat besar namun jari tangan sangat runcing.
E. Terapi
Suatu ciri obesitas yang telah disepkati oleh para peneliti bahwa adanya kecenderungan obesitas akan tetap saja obesitas jika pengobatannya tidak diakukan secara komprehensif atau jika dapat diturunkan bobot tubuhnya dengan pengobatan maka setelah pengobatan selisih bobot tubuhnya akan meningkat kembali jika pengobatannya tidak tertib dan teratur untuk itu peranan pengobatan secara komprehensif dan teratur sangat dibutuhkan untuk pengobatan obesitas.
Secara umum pengobatan obesitas dapat dilakukan melalui :
a. Diet khusus yaitu diet rendah energi
Diet rendah energi adalah diit yang kandungan energinya dibawah kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral serta banyak mengandung serat yang bermanfaatan dalam proses penurunan berta badan. Diet ini membatasi makanan padat energi, seperti kue-kue yang banyak mengandung karbohidrat sederhana dan lemak, serta goreng-gorengan.
Tujuan diet energi rendah adalah untuk :
1) Mencapai dan mempertahankan status gizi sesuai dengan umur, gender, dan kebutuhan fisik.
2) Mencapai IMT normal yaitu 18,5-25 kg/m2
3) Mengurangi asupan energi, sehingga tercapai penurunan berat badan sebanyak 0,5-1 kg/minggu. Pastikan bahwa yang berkurang adalah lemak dengan mengukur tebal lemak lipatan kulit dan lingkar pinggang.
Syarat diet energi rendah adalah :
1) Energi rendah, ditujukan untuk menurunkan berat badan. Pengurangan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kebiasaaan makan dari segi kualitas dan kuantitas. Untuk menurunkan berat badan sebanyak 0,5-1 kg/minggu, asupan energi dikurangi sebanyak 500-1000 kkl/hari dari kebutuhan. Perhitungan kebutuhan energi normal dilakukan berdasarkan berat badan ideal.
2) Protein sedikit lebih tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg BB/hari atau 15-20% dari kebuthan energi total
3) Lemak sedang yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Usahakan sumber lemak berasal dari makanan yang mengandung lemak tidak jenuh ganda yang kadarnya tinggi.
4) Karbohidrat sedikit lebih rendah, yaitu 55-65% dari kebutuhan energi total. Gunakan lebih banyak sumber karbohidrat komplek untuk member rasa kenyang dan mencegah konstipasi. Sebagai alternative, bias digunakan gula buatan sebgai pengganti gula sederhana.
5) Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.
6) Dianjurkan untuk 3 kali makan utama dan 2-3 kali makan selingan.
7) Cairan cukup yaitu 8-10 gelas/ hari
Tabel bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber Karbohidrat Karbohidrat kompleks seperti : nasi, jagung, ubi, singkong, talas, kentang, sereal Karbohidrat sederhana seperti: gula pasir, gula merah, sirup, kue yang manis, dan gurih
Sumber protein hewani Daging tidak berlemak, ayam tanpa kulit, ikan, telur, daging asap, susu dan keju rendah lemak. Daging berlemak, daging kambing, daging yang diolah dengan santan kentan, digoreng, jeroan, susu full cream, susu kental manis.
Sumber protein nabati Tempe, tahu, susu kedelai, kacang-kacangan yang diolah tanpa digoreng atau dengan santan kental Kacang-kacangan yang diolah dengan cara menggoreng atau dengan santan kental
Sayuran Sayuran yang banyak mengandung serat dan diolah tanpa santan kental berupa sayuran rebus, tumis, dengan santan encer atau lalapan Sayuran yang sedikit mengandung serat dan yang dimasak dengan santan kental.
Buah-buahan Semua macam buah-buahan terutama yang banyak mengandung serat Durian, avokad, manisan, buah-buahan, buah yang diolah dengan gula dan susu kental manis
Lemak Minyak tak jenuh tunggal atau ganda, seperti minyak kelapa sawit, minyak kedelai dan minyak jagung yang tidak digunakan untuk menggoreng. Minyak kelapa, kelapa, dan santan
b. Olahraga
Olahraga merupakan salah satu bagian program penurunan berat badan yang manapun. Namun demikian,pentingnya olahraga untuk keseimbangan energi harus dimengerti secara jelas. Olahraga yang cukup berat setiap hari sekalipun tidak memberikan peningkatan pengeluaran energi yang cukup besar untuk mengubah kecepatan awal penurunan berat badan secara bermakna. Hal ini tidak berarti bahwa olahraga tidak penting dalam penurunan berat badan, sebab peningkatan pengeluaran energi yang sedikitpun dapat menyebabkan perubahan keseimbangan energi yang besar untuk jangka panjang jika latihan dilakukan secar teratur. Sebagai contoh, peningkatan energi sebesar 300 kkal setiap hari selama 4 bulan akan menyebabkan penurunan berat badan 4,5 kg. lebih penting lagi, gabungan olahraga teratur dengan keseluruhan progam penurunan berat badan akan memperbaiki kesempatan bahwa penurunan berat badan dapat dipertahankan.
c. Pengubahan perilaku
Dengan mengenali masalah-masalah yang terlibat, teknik mengubah perilaku dapat diterapkan untuk mengobati pola perilaku makan yang tidak normal. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu obes berespon kurang baik dibandingkan individu normal terhadap isyarat iterna yang mengatur tingkah laku makan seperti misalnya kontaksi lambung, ketakutan, dan memkan makanan sebelumnya. Sebaliknya, orang yang gemuk member respon yang berlebihan terhadap unsure dari luar, seperti rasa, bau, daya tarik makanan, jumlah makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan mendapatkan makanan. Dari kenyataan bahwa individu yang obes luar biasa rentan dengan rangsang dari luar, asupan makanan dapat diubah dengan mengubah pola dan bentuk unsure luar ini, dan ini merupakan alas an utama yang mendasari pendekatan perubahan perilaku untuk menurunkan berat badan.
Modifikasi tingkah laku dimulai dengan riwayat individual mendetail dari pola makan pasien dengan melihat waktu dalam sehari, lama periode makanan, tempat makan (restoran, meja makan, berdiri di depan kulkas yang terbuka), aktifitas yang dilakukan bersamaan (menonton televisi, membaca, bermalas-malasan), dan akhirnya jenis dan kuantitas makanan yang dimakan. Sekali catatan mendetail diperoleh, terapis, dan pasien dapat merancang perubahan tingkah laku spesifik yang ditujukan untuk menghentikan atau menghilangkan pola tingkah laku yang berulang yang memulai atau memperlama aktifitas makan abnormal. Hasil dari tekhnik mengubah perilaku menunjukkan bahwa banyak pasien dapat mempertahankan hasil penurunan berat badan dalam jangka panjang sehingga terbentuk pola perilaku baru yang sungguh-sungguh dipelajari.
d. Pembedahan
Pembedahan untuk mengatasi masalah obesitas sebenarnya telah diterapkan sejak th.1960 dengan bedah pintas lambung. Hanya karena teknologi bedah saat itu masih terbatas, membuat operasi ini hampir selalu berujung pada kematian pasien.Ada beberapa pilihan pembedahan seperti Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, Vertical Banded Gastroplasty, Roux-en-Y gastric bypass.
Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, merupakan tindakan bedah generasi mutakhir untuk menangani penderita dengan obesitas yang berat, dimana hanya dengan membuat lubang/irisan kecil diperut (diameter 0,5-1,0 cm). Dengan pita/plaster silikon yang dilekatkan seputar lambung bagian atas, sehingga terbentuk satu kantong kecil. Apabila penderita makan, kantong kecil tadi akan cepat penuh dan ini akan memberikan sensasi kenyang. Pengosongan makanan dari kantong kecil tersebut akan secara pelan-pelan melalui ikatan yang dibuat dan penderita tidak akan merasa lapar sampai beberapa jam. Dengan intervensi bedah ini, diharapkan dapat menurunkan berat badan dari 20 kg sampai lebih dari 100kg. (Dr Djoko Merdikoputro Sp.PD, dokter di Klinik Hoo – Semarang)
e. Farmakologik
Tiga mekanisme dapat digunakan untuk mengklasifikasi obat-obatan untuk terapi obesitas adalah terapi yang mengurangi asupan makanan, yang mengganggu metabolisme dengan cara mempengaruhi proses pra atau pascaabsorbsi. Terapi yang meningkatkan pengeluaran energi atau termogenesis.
• Efedrin: meningkatkan pengeluaran energi, akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% selama beberapa jam. Pada uji klinis efedrin dan kafein menghasil kan penurunan berat badan lebih besar dibanding kelompok plasebo. Diperkirakan 25-40% penurunan berat badan oleh karena termogenesis dan 60-75% karena pengurangan asupan makanan. Efek samping utama adalah peningkatan nadi dan perasaan berdebar-debar yang terjadi pada sejumlah penderita
• Sibutramin, menurunkan energy intake dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan. Pada penelitian ternyata terbukti sibutramin menurunkan asupan makanan dengan cara mempercepat timbulnya rasa kenyang dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan (Dr Djoko Merdikoputro Sp.PD, dokter di Klinik Hoo – Semarang)
• Obat yang mengurangi nafsu makan terdiri dari Noradrenergic agent (Benzphetamine, Phendimetrazine, Phentermine, Phentermineresin, Diethylpropion), serotonin agent, dan kombinasi keduanya (Sibutramine). Obat ini bekerja dengan menekan neurotransmitter seperti norepinephrine, serotonin, dopamine dll di susunan saraf pusat yang berperan dalam meningkatkan nafsu makan. Obat ini hanya dapat dikonsumsi selama 12 minggu hingga 6 bulan. Efek samping yang mungkin timbul adalah insomnia, mulut kering, konstipasi, sakit kepala, euphoria, palpitasi dan hipertensi.
• Obat yang mengurangi absorbsi makanan di usus yaitu orlistat. Obat ini bekerja dengan mengikat lipase yang merupakan enzim yang berperan dalam mempermudah absorbsi lemak di usus, sehingga akhirnya lemak tidak bisa diserap. Obat ini dapat digunakan dalam jangka panjang dan efek samping yang dapat timbul adalah buang gas disertai kotoran, sulit menahan BAB, steatorrhea, bercak minyak di celana dalam, frekuensi BAB meningkat, dan kekurangan vitamin yang larut dalam lemak (A,D, E, K) tetapi bisa diatasi dengan suplemen dari luar.
Kunci dari menurunkan berat badan secara sehat tetaplah niat yang kuat disiplin untuk diet yang sehat, olah raga yang teratur, dan mengkonsumsi obat-obatan yang membantu proses diet dan obat-obatan yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh serta selalu diawasi oleh dokter.
F. Dampak
1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Faktor risiko ini meliputi peningkatan : kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99
3. Obstruktive Sleep Apnea
Sering dijumpai pada orang obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok.Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi.Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan.
4. Gangguan Ortopedik
Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.
5. Pseudotumor serebri
Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-2 yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3328
http://wapedia.mobi/id/Obesitas
http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=378
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07_ObesitasPadaAnak.pdf/07_ObesitasPadaAnak.html
http://www.analisadaily.com/index.php?option
Langganan:
Postingan (Atom)