Selasa, 01 Juni 2010

MAKALAH

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
PERKEMBANGAN MUTAKHIR TENTANG HIV atau AIDS








Disusun oleh :
1. Ambar Wicaksono (P0 7131107009)
2. Beti Nur Utami (P0 7131107008)
3. Dewi Nurwidianti (P0 7131107012)
4. Ignasia Ika (P0 7131107020)
5. Listya Drasthyani P. (P0 7131107023)
6. Nur Arifah (P0 7131107027)
7. Nurvita Yuliana Dewi (P0 7131107029)

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
GIZI REGULER III
2009
A. PENDAHULUAN
Berlawanan dengan kebanyakan masalah kesehatan yang ada sekarang ini dimana biasanya menyerang anak muda atau orang-orang tua, tetapi penyakit AIDS menyerang golongan umur 20-49 tahun. Dengan mempertimbangkan bahwa umur-umur demikian itu adalah umur-umur paling produktif. Jadi untuk negara-negara berkembang AIDS akan mengancaman peningkatan derajat kesehatan (WHO, 1997).
Di Indonesia sendiri, jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat. Secara nasional, jumlah warga negara Indonesia yang terinfeksi HIV mencapai 18.442 orang dan 34.000 orang positif AIDS (Parjiyono, 2009). Sedangkan jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh kabupaten/kota di Indonesia pada 2010 diperkirakan mencapai 93 ribu sampai 130 ribu orang dan prinsip fenomena gunung es yang berlaku mengatakan, jumlah penderita HIV/AIDS yang tampak hanyalah 5-10 persen dari jumlah keseluruhan (Jonathan,2009).
Penyakit AIDS merupakan penyakit kekebalan yang bersifat terminal akibat infeksi retrovirus yang dikenal dengan nama virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) akan menimbulkan keadaan imunodefisiensi (penurunan kekebalan tubuh). Sementara itu, status gizi dan imunitas atau kekebalan berhubungan erat. Keadaan malnutrisi akan menggangu fungsi kekebalan sehingga tubuh tidak dapat melawan infeksi. Sebaliknya infeksi akan meningkatkan risiko malnutrisi (Hartono, 2006).
Setiap hari, 14.000 orang terinfeksi HIV, virus yang menyebabkan AIDS. Tidak ada obatnya, tapi sekarang terobosan sebuah mesin yang bisa membersihkan darah, menjaga semakin banyak orang yang hidup lebih lama.
Penyakit menular ahli merancang sebuah mesin yang disebut hemopurifier. Cara kerjanya mirip mesin dialisis, menggunakan serat tipis untuk menangkap dan menghilangkan virus dari darah itu filter. Mesin memerlukan gambar darah melalui arteri, yang dikirim melalui pipa ke dalam mesin, lalu kembali ke dalam tubuh. Ini dapat mengobati sejumlah penyakit.
The hemopurifier menggunakan antibodi untuk menghapus virus sebagai penyaring darah melaluinya. Ini dirancang untuk menyaring virus dan racun sebelum mereka menyerang organ. Metode ini sangat mirip dengan dialisis, dan dapat digunakan untuk membantu pasien dengan HIV, hepatitis C, campak, gondok, flu, dan banyak lagi. Dapat juga mulai bekerja sebelum dokter mengidentifikasi penyebab penyakit.
B. ETIOLOGI
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang merusak dari system kekebalan tubuh manusia, sehingga orang yang terkena penyakit tersebut mudah terkena berbagai penyakit menular. Kepanjangan dari huruf-huruf yang terdapat dalam AIDS, yaitu Acquried (didapat), ditularkan dari satu orang ke orang lain. Bukan penyakit bawaan. Immune (kebal), system pertahanan/kekebalan tubuh, yang melindungi tubuh terhadap infeksi. Deficiency (kekurangan), menunjukkan adanya kadar atau nilai yang lebih rendah dari normal biasanya. Syndrome (sindrom), suatu kumpulan tanda atau gejala yang bila didapatkan secara bersamaan, menunjukkan bahwa seseorang mengidap suatu penyakit/keadaan tertentu (Depkes,1997).
HIV ini sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh manusia. Virus ini merusak salah satu jenis sel darah putih yang dikenal sebagai sel T helper dan sel tubuh lainnya antara lain sel otak,sel usus dan sel paru. Sel T helper merupakan titik pusat system pertahanan tubuh, sehingga infeksi HIV menyebabkan daya tahan tubuh menjadi rusak (Depkes,1988).
Penularan virus ini terjadi lewat pertukaran cairan tubuh atau darah antara pasien AIDS dengan orang sehat seperti lewat senggama atau pemakaian jarum suntik dan transfusi produk darah yang terinfeksi AIDS, atau terjadi dari ibu kepada bayinya saat hamil, melahirkan atau menyusui (Hartono, 2006).
AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam 5 tahun, artinya dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan meninggal (Depkes,1997).



C. PATOFISIOLOGI
Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang hanya dikendalikan sebagian oleh respon imun spesifik dan berlanjut menjadi infeksi kronik progresif pada jaringan limfoid perifer. Perjalanan penyakit dapat dipantau dengan mengukur jumlah virus dalam serum pasien dan menghitung jumlh sel T CD4 + dalam darah tepi. Bergantung pada lokasi masuknya virus kedalam tubuh,sel T CD4 + dan monosit dalam darah atau sel T CD4 + dan makrofag dalam jaringan mukosa merupakan sel-sel pertama yang terinfeksi. Besar kemungkinan bahwa sel dendritik berperan dalam penyebaran awal HIV dalam jaringan limfoid, karena fungsi normal sel dendritik adalah menangkap antigen dalam jaringan epitel lalu masuk kedalam getah bening. Setelah berada dalam kelenjar getah bening, sel dendritik meneruskan virus kepada sel T melalui kontak antar sel. Dalam beberapa hari saja jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia. Pada saat itu jumlah partikel HIV dalam darah banyak sekali disertai sindrom HIV akut. Viremia menyebabkan virus menyebar di seluruh tubuh dna menginfeksi sel T, monosiT atau makrofag dalam jaringan limfoid perifer. System imun spesifik kemudian akan berupaya mengendalikan infeksi yang tampak dari menurunnya kadar viremia, walaupun masih tetap dapat dideteksi.
Setelah infeksi akut, berlangsunglah fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limpa merupakan tempat replikasi virus dan destruksi jaringan secara terus menerus. Selama periode ini system imun dapat mengendalikan sebagian besar infeksi,kareena itu fase ini disebut fase laten. Hanya sedikit virus diproduksi selama fase laten dan sebagian besar sel T dalam darah tidak mengandung virus. Walaupun demikian, destruksi sel T dalam jaringan limfoid terus berlangsung sehinga jumlah sel T semakin lama semakin menurun. Jumlah sel T dalam jaringan limfoid adalah 90% dari jumlah sel T di seluruh tubuh. Pada awalnya sel T dalam jaringan perifer yang rusak oleh virus HIV diganti oleh sel baru tetapi destruksi sel oleh virus HIV yang terus bereplikasi dan menginfeksi sel baru selama masa laten akan menurunkan jumlah sel T dalam darah tepi.
Selama masa kronik progresif, respons imun terhadap infeksi lain akan merangsang produksi HIV dan mempercepat destruksi sel T. Selanjutnya penyakit menjadi progresif dan mencapai fase letal yang disebut AIDS, pada saat dimana destruksi sel T dalam jaringan limfoid perifer lengkap dan jumlah sel T dalam darah tepi menurun hingga dibawah 200 per mm3 viremia meningkat drastic karena replikasi virus dibagian lain dalam tubuh meningkat. Pasien menderita infeksi oportinistik, cacheexia, keganasan dan degenerasi susunan saraf pusat. Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka terhadap berbagai jenis infeksi dan menunjukan respons imun yang inefektif terhadap virus onkogenik.

D. GEJALA
Menurut WHO,1997 gejala dan tanda-tanda klinis dari infeksi HIV ini merupakan gejala yang sangat kompleks. Infeksi HIV dapat dibagi dalam 4 tingkat, dimana tidak terjadi semuanya pada penderita yang terinfeksi. Tingkat-tingkat ini adalah :
1. Fase akut
Fase ini dapat terjadi kira-kira 1 minggu setelah terkena infeksi dan biasanya perubahan serologis akan terjadi 6-12 minggu atau lebih setelah terinfeksi. Menurut beberapa penelitian, manistefasi klinis dari fase akut ini adalah terjadinya demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, kelainan kulit, sakit kepala dan batuk.

2. Fase tak bergejala / asimtomatik
Selama periode ini, orang yang terinfeksi HIV mungkin tidak memperlihatkan gejala atau pada sebagian kasus mengalami limfademopati atau yang disebut Persistent Generalized Lymphademopathy (pembengkakan kelanjar getah bening persisten) (Corwin:2000).

3. AIDS related compelx / ARC
Fase ini ditandai oleh adanya beberapa gejala dan tanda-tanda yang biasanya dipertimbangkan sebagai gejala khas dari ARC, yaitu : diare, penurunan berta badan, malas, lelah dan lemas, hilangnya nafsu makan, rasa tidak enak di perut, demam, keringat malam, sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening dan limpa serta perubahan susunan syaraf yang ditandai oleh kehilangan ingatan dan gejala gangguan syaraf tepi.


4. AIDS
Tenggang waktu yang terjadi antara infeksi dengan HIV dan timbulnya gejala AIDS bervariasi antara 6 bulan sampai 7 tahun atau lebih.
Gejala-gejala yang khas adalah terjadinya infeksi oportunistik dan tumor seperti Sarkoma Kaposi, yang terjadi karena timbulnya sel-sel immunodefisiensi dalam jumlah yang besar yang diakibatkan oleh HIV. Tanda dan gejala yang terjadi pada penderita dengan ARC, dapat juga terjadi pada penderita dengan AIDS tetapi tampak klinisnya menjadi lebih besar.
Gejala dan tanda-tanda ini biasanya hilang timbul secara berkala. Penurunan berat badan dapat ditemui pada hampir semua penderita dan biasanya terjadi cepat sekali.
Gejala yang menimbulkan dampak negative paling besar pada status gizi klien, berhubungan dengan saluran gastrointestinal dan menurukan asupan oral. Gejal-gejala ini mencakup anoreksia, xerostomia, gangguan pengecap, disfagia, keletihan, mual/muntah, diare, malabsorpsi dan konstipasi (Wilkes, 2000).

E. TERAPI
1. Terapi Obat/Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal.
Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART. Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV.
Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART.

2. Terapi Diet
Menurut Almatsier (2005), terapi diet untuk penderita HIV/ AIDS memiliki tujuan, syarat, dan jenis serta indikasi sebagai berikut :
a. Tujuan terapi diet
1) Tujuan umum
a) Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan serta komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
c) Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
d) Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
2) Tujuan khusus
a) Mengatasi gejala diare, intoleransi lakstosa, mual dan muntah.
b) Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada : pasien dapat membedakan antar gejala anorexia, perasaan kenyang, perubahan indera pengecap dan kesulitan menelan.
c) Mencapai dan mempertahankan berat bdan normal.
d) Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
e) Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat yang sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.

b. Syarat terapi diet
1) Energy tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energy, diperhatikan factor stress, aktifitas fisik dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energy sabanyak 13% untuk setiap kenaikan suhu 10 C.
2) Protein tinggi, yaitu 1,1-1,5 g/Kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
3) Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorbsi lemak digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain Trigliserida/ MCT). Minyak ikan (Asam Lemak Omega3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
4) Vitamin dan mineral tinggi, yaitu 1½ kali (150%) angka kecukupan gizi yang diajnurkan, terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium.
5) Serat cukup, gunakan serat yang mudah cerna.
6) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien engan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (Thick fluid), semi kental (Semi thick fluid) dan cair (Thin fluid).
7) Elektrolit. Kehilangan elektrolid melalui muntah dan diare perlu diganti (Natrium, Kalium dan Klorida).
8) Bentuk maknan dimodifikasi sesuaid dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunana berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.
9) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
10) Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik maupun kimia.

c. Jenis diet dan indikasi pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan :
1) Infeksi HIV positif tanpa gejala.
2) Infeksi HIV dengan gejala (misalnya : panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
3) Infeksi HIV dengan gangguan syaraf.
4) Infeksi HIV dengan TBC.
5) Infeksi HIV dengan Kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral, enteral (sonde) dan parenteral (infuse). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasis secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parenteral sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
1) Diet AIDS I
Diet ini diberikan pada pasien infeksi HIV akut, dengan gejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadarn menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.
Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap tiga jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dengan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral komersial energy dan protein tinggi. Makanan ini cukup Energy, Zat besi, Tiamin dan Vitamin C. Bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya Poyijoule).
2) Diet AIDS II
Diet ini diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap tiga jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizi diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
3) Diet AIDS III
Diet ini diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemamuan makanan melaui mulut terbatas dan masih tejadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau sebagai makanan utama.

3. Terapi Mutakhir
Penyakit menular ahli merancang sebuah mesin yang disebut hemopurifier. Cara kerjanya mirip mesin dialisis, menggunakan serat tipis untuk menangkap dan menghilangkan virus dari darah itu filter. Mesin memerlukan gambar darah melalui arteri, yang dikirim melalui pipa ke dalam mesin, lalu kembali ke dalam tubuh. Ini dapat mengobati sejumlah penyakit.
The hemopurifier menggunakan antibodi untuk menghapus virus sebagai penyaring darah melaluinya. Ini dirancang untuk menyaring virus dan racun sebelum mereka menyerang organ. Metode ini sangat mirip dengan dialisis, dan dapat digunakan untuk membantu pasien dengan HIV, hepatitis C, campak, gondok, flu, dan banyak lagi. Dapat juga mulai bekerja sebelum dokter mengidentifikasi penyebab penyakit.


F. DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar: