Selasa, 01 Juni 2010

MAKALAH

MAKALAH IPTEK
”OBESITAS”





Kelompok :
1. Fuji Astuti (PO7131107045 )
2. Indah Ayu Tri.K (PO71311070 52)
3. Ive Maryani (PO7131107053 )
4. Siska Presya Y (PO7131107067 )
5. Sulasyi Setyaningsih (PO7131107070)

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN GIZI
2009

OBESITAS

A. Pendahuluan
Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relative seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, protein dan lemak. Kondisi itu disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi (Budiyanto,2002).
Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan:
1. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bilamana BB > 120% BB standar.
2. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% atau Z-score = + 2 SD.
3. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK).
4. Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.
5. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.
6. Indeks Massa Tubuh (IMT) > 27,0/kg/m2.
Menurut Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Prof Dr Herdinsyah MS, saat ini jumlah penderita obesitas di Indonesia untuk populasi remaja dewasa sudah mencapai angka 18 persen. Angka ini bahkan lebih tinggi lagi di kelompok dewasa, yaitu bisa mencapai 25 persen dari total populasi seluruh Indonesia(Gizi.net, 2007)
Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia 15 tahun adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak-anak usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun (Menkes, 2009)
Obesitas sering dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh. Lemak adalah kawan sekaligus lawan. Lemak sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, sebagai penyerap guncangan, dan lain-lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan pada wanita adalah sekitar 25-30% dan pada pria sekitar 18-23% (Depkes.go.id, 2007).
Walaupun lemak amat berguna bagi tubuh, berbagai penyakit dapat timbul karena kelebihan lemak. Salah satunya adalah obesitas atau kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 25% (pada pria 20% atau lebih) dari berat ideal yang sesuai untuk tinggi tubuh dianggap mengalami obesitas (Depkes.go.id, 2007).
Obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit serius, antara lain DM, hipertensi dan jantung. Risiko kematian yang disebabkan oleh diabetes yakni stroke, coronary artery disease, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi, ginjal, dan gallbladder disorders. Selain itu, obesitas ini juga disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya, pola makan yang salah (terbiasa makan makanan berlemak tinggi), gaya hidup modern yang kurang gerak, stres yang dilarikan pada makanan, dan faktor keturunan (Yayasan Jantung Indonesia). Mengalami penumpukan lemak lebih banyak dibandingkan dengan penderita kegemukan untuk jangka waktu yang lama dan berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit degeneratif seperti payah jantung kongesti, hipertensi, diabetes melitus tipe 2 dan sebagainya. Nilai IMT untuk obesitas adalah diatas 30/kg/m2 (Ginanjar, 2005)

B. Etiologi
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energy positif, sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10%.
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.
1. Faktor Genetik
Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari.
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.
2. Faktor Lingkungan
a. Aktifitas fisik.
Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan. Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.
Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit energi. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
b. Faktor nutrisional.
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak5 serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.
3. Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.
C. Patofisiologi
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan penyimpanan energi, melalui sinyal sinyal efferent yang berpusat di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal afferent dari perifer terutama dari jaringan adipose tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.
Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal panjang yang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Didalam system ini leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan. Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus saraf darah otak menuju ke hipotalamus. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan. Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin.
Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin berperan juga dalam regulasi keseimbangan energi, demikian juga dengan beberapa neuropeptide dan hormon perifer yang juga mempengaruhi asupan makanan dan berperan didalam pengendalian kebiasaan makan. Neuropeptide-neuropeptide ini meliputi neuropeptide Y (NPY), melanin concentrating hormone, corticotropin-releasing hormone (CRH), bombesin dan somatostatin. NPY dan CRH terdapat di nukleus paraventrikuler (PVN) yang terletak di bagian dorsal dan rostral ventromedial hypothalamic (VMH), sehingga lesi pada daerah ini akan mempengaruhi kebiasaan makan dan keseimbangan energi. NPY merupakan neuropeptida.
Nukleus VMH merupakan satiety center / anorexigenic center . Stimulasi pada nukleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan nukleus ini akan menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan obesitas. Sedang nukleus area lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding center / orexigenic center dan memberikan pengaruh yang berlawanan.
Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang neuron proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript (POMC/ CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan, meningkatkan pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron NPY/AGRP (agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik (merangsang nafsu makan, menurunkan pengeluaran energi). Pelepasan neuropeptida-neuropeptida NPY/AGRP dan POMC/CART oleh neuron-neuron tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA, yang selanjutnya akan memediasi efek insulin dan leptin dengan cara mengatur respon neuron-neuron dalam nukleus traktus solitarius (NTS) di otak belakang terhadap sinyal rasa kenyang (oleh kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul setelah makan. Sinyal rasa kenyang ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus. Jalur descending anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di NTS yang mengatur penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur anabolik menurunkan efek sinyal kenyang jalur pendek, sehingga menyebabkan penyesuaian porsi makan yang mempunyai efek jangka panjang pada perubahan asupan makan dan berat badan.

D. Gejala
Gejala terjadinya obesitas adalah terjadi penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada yang bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.
Gejala lain yang terjadi pada orang obesitas yaitu bentuk muka tidak proporsional. Hidung dan mulut relatif kecil, dagu ganda dan timbunan lemak di daerah payudara sehingga cenderung membuat malu remaja putra. Perut menggantung, terdapat lipatan dan alat genital khususnya pada remaja putra akan terlihat lebih kecil karena timbunan lemak. Paha dan lengan terlihat besar namun jari tangan sangat runcing.

E. Terapi
Suatu ciri obesitas yang telah disepkati oleh para peneliti bahwa adanya kecenderungan obesitas akan tetap saja obesitas jika pengobatannya tidak diakukan secara komprehensif atau jika dapat diturunkan bobot tubuhnya dengan pengobatan maka setelah pengobatan selisih bobot tubuhnya akan meningkat kembali jika pengobatannya tidak tertib dan teratur untuk itu peranan pengobatan secara komprehensif dan teratur sangat dibutuhkan untuk pengobatan obesitas.
Secara umum pengobatan obesitas dapat dilakukan melalui :
a. Diet khusus yaitu diet rendah energi
Diet rendah energi adalah diit yang kandungan energinya dibawah kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral serta banyak mengandung serat yang bermanfaatan dalam proses penurunan berta badan. Diet ini membatasi makanan padat energi, seperti kue-kue yang banyak mengandung karbohidrat sederhana dan lemak, serta goreng-gorengan.
Tujuan diet energi rendah adalah untuk :
1) Mencapai dan mempertahankan status gizi sesuai dengan umur, gender, dan kebutuhan fisik.
2) Mencapai IMT normal yaitu 18,5-25 kg/m2
3) Mengurangi asupan energi, sehingga tercapai penurunan berat badan sebanyak 0,5-1 kg/minggu. Pastikan bahwa yang berkurang adalah lemak dengan mengukur tebal lemak lipatan kulit dan lingkar pinggang.
Syarat diet energi rendah adalah :
1) Energi rendah, ditujukan untuk menurunkan berat badan. Pengurangan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kebiasaaan makan dari segi kualitas dan kuantitas. Untuk menurunkan berat badan sebanyak 0,5-1 kg/minggu, asupan energi dikurangi sebanyak 500-1000 kkl/hari dari kebutuhan. Perhitungan kebutuhan energi normal dilakukan berdasarkan berat badan ideal.
2) Protein sedikit lebih tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg BB/hari atau 15-20% dari kebuthan energi total
3) Lemak sedang yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Usahakan sumber lemak berasal dari makanan yang mengandung lemak tidak jenuh ganda yang kadarnya tinggi.
4) Karbohidrat sedikit lebih rendah, yaitu 55-65% dari kebutuhan energi total. Gunakan lebih banyak sumber karbohidrat komplek untuk member rasa kenyang dan mencegah konstipasi. Sebagai alternative, bias digunakan gula buatan sebgai pengganti gula sederhana.
5) Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.
6) Dianjurkan untuk 3 kali makan utama dan 2-3 kali makan selingan.
7) Cairan cukup yaitu 8-10 gelas/ hari

Tabel bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber Karbohidrat Karbohidrat kompleks seperti : nasi, jagung, ubi, singkong, talas, kentang, sereal Karbohidrat sederhana seperti: gula pasir, gula merah, sirup, kue yang manis, dan gurih
Sumber protein hewani Daging tidak berlemak, ayam tanpa kulit, ikan, telur, daging asap, susu dan keju rendah lemak. Daging berlemak, daging kambing, daging yang diolah dengan santan kentan, digoreng, jeroan, susu full cream, susu kental manis.
Sumber protein nabati Tempe, tahu, susu kedelai, kacang-kacangan yang diolah tanpa digoreng atau dengan santan kental Kacang-kacangan yang diolah dengan cara menggoreng atau dengan santan kental
Sayuran Sayuran yang banyak mengandung serat dan diolah tanpa santan kental berupa sayuran rebus, tumis, dengan santan encer atau lalapan Sayuran yang sedikit mengandung serat dan yang dimasak dengan santan kental.
Buah-buahan Semua macam buah-buahan terutama yang banyak mengandung serat Durian, avokad, manisan, buah-buahan, buah yang diolah dengan gula dan susu kental manis
Lemak Minyak tak jenuh tunggal atau ganda, seperti minyak kelapa sawit, minyak kedelai dan minyak jagung yang tidak digunakan untuk menggoreng. Minyak kelapa, kelapa, dan santan

b. Olahraga
Olahraga merupakan salah satu bagian program penurunan berat badan yang manapun. Namun demikian,pentingnya olahraga untuk keseimbangan energi harus dimengerti secara jelas. Olahraga yang cukup berat setiap hari sekalipun tidak memberikan peningkatan pengeluaran energi yang cukup besar untuk mengubah kecepatan awal penurunan berat badan secara bermakna. Hal ini tidak berarti bahwa olahraga tidak penting dalam penurunan berat badan, sebab peningkatan pengeluaran energi yang sedikitpun dapat menyebabkan perubahan keseimbangan energi yang besar untuk jangka panjang jika latihan dilakukan secar teratur. Sebagai contoh, peningkatan energi sebesar 300 kkal setiap hari selama 4 bulan akan menyebabkan penurunan berat badan 4,5 kg. lebih penting lagi, gabungan olahraga teratur dengan keseluruhan progam penurunan berat badan akan memperbaiki kesempatan bahwa penurunan berat badan dapat dipertahankan.
c. Pengubahan perilaku
Dengan mengenali masalah-masalah yang terlibat, teknik mengubah perilaku dapat diterapkan untuk mengobati pola perilaku makan yang tidak normal. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu obes berespon kurang baik dibandingkan individu normal terhadap isyarat iterna yang mengatur tingkah laku makan seperti misalnya kontaksi lambung, ketakutan, dan memkan makanan sebelumnya. Sebaliknya, orang yang gemuk member respon yang berlebihan terhadap unsure dari luar, seperti rasa, bau, daya tarik makanan, jumlah makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan mendapatkan makanan. Dari kenyataan bahwa individu yang obes luar biasa rentan dengan rangsang dari luar, asupan makanan dapat diubah dengan mengubah pola dan bentuk unsure luar ini, dan ini merupakan alas an utama yang mendasari pendekatan perubahan perilaku untuk menurunkan berat badan.
Modifikasi tingkah laku dimulai dengan riwayat individual mendetail dari pola makan pasien dengan melihat waktu dalam sehari, lama periode makanan, tempat makan (restoran, meja makan, berdiri di depan kulkas yang terbuka), aktifitas yang dilakukan bersamaan (menonton televisi, membaca, bermalas-malasan), dan akhirnya jenis dan kuantitas makanan yang dimakan. Sekali catatan mendetail diperoleh, terapis, dan pasien dapat merancang perubahan tingkah laku spesifik yang ditujukan untuk menghentikan atau menghilangkan pola tingkah laku yang berulang yang memulai atau memperlama aktifitas makan abnormal. Hasil dari tekhnik mengubah perilaku menunjukkan bahwa banyak pasien dapat mempertahankan hasil penurunan berat badan dalam jangka panjang sehingga terbentuk pola perilaku baru yang sungguh-sungguh dipelajari.
d. Pembedahan
Pembedahan untuk mengatasi masalah obesitas sebenarnya telah diterapkan sejak th.1960 dengan bedah pintas lambung. Hanya karena teknologi bedah saat itu masih terbatas, membuat operasi ini hampir selalu berujung pada kematian pasien.Ada beberapa pilihan pembedahan seperti Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, Vertical Banded Gastroplasty, Roux-en-Y gastric bypass.
Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, merupakan tindakan bedah generasi mutakhir untuk menangani penderita dengan obesitas yang berat, dimana hanya dengan membuat lubang/irisan kecil diperut (diameter 0,5-1,0 cm). Dengan pita/plaster silikon yang dilekatkan seputar lambung bagian atas, sehingga terbentuk satu kantong kecil. Apabila penderita makan, kantong kecil tadi akan cepat penuh dan ini akan memberikan sensasi kenyang. Pengosongan makanan dari kantong kecil tersebut akan secara pelan-pelan melalui ikatan yang dibuat dan penderita tidak akan merasa lapar sampai beberapa jam. Dengan intervensi bedah ini, diharapkan dapat menurunkan berat badan dari 20 kg sampai lebih dari 100kg. (Dr Djoko Merdikoputro Sp.PD, dokter di Klinik Hoo – Semarang)
e. Farmakologik
Tiga mekanisme dapat digunakan untuk mengklasifikasi obat-obatan untuk terapi obesitas adalah terapi yang mengurangi asupan makanan, yang mengganggu metabolisme dengan cara mempengaruhi proses pra atau pascaabsorbsi. Terapi yang meningkatkan pengeluaran energi atau termogenesis.
• Efedrin: meningkatkan pengeluaran energi, akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% selama beberapa jam. Pada uji klinis efedrin dan kafein menghasil kan penurunan berat badan lebih besar dibanding kelompok plasebo. Diperkirakan 25-40% penurunan berat badan oleh karena termogenesis dan 60-75% karena pengurangan asupan makanan. Efek samping utama adalah peningkatan nadi dan perasaan berdebar-debar yang terjadi pada sejumlah penderita
• Sibutramin, menurunkan energy intake dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan. Pada penelitian ternyata terbukti sibutramin menurunkan asupan makanan dengan cara mempercepat timbulnya rasa kenyang dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan (Dr Djoko Merdikoputro Sp.PD, dokter di Klinik Hoo – Semarang)
• Obat yang mengurangi nafsu makan terdiri dari Noradrenergic agent (Benzphetamine, Phendimetrazine, Phentermine, Phentermineresin, Diethylpropion), serotonin agent, dan kombinasi keduanya (Sibutramine). Obat ini bekerja dengan menekan neurotransmitter seperti norepinephrine, serotonin, dopamine dll di susunan saraf pusat yang berperan dalam meningkatkan nafsu makan. Obat ini hanya dapat dikonsumsi selama 12 minggu hingga 6 bulan. Efek samping yang mungkin timbul adalah insomnia, mulut kering, konstipasi, sakit kepala, euphoria, palpitasi dan hipertensi.
• Obat yang mengurangi absorbsi makanan di usus yaitu orlistat. Obat ini bekerja dengan mengikat lipase yang merupakan enzim yang berperan dalam mempermudah absorbsi lemak di usus, sehingga akhirnya lemak tidak bisa diserap. Obat ini dapat digunakan dalam jangka panjang dan efek samping yang dapat timbul adalah buang gas disertai kotoran, sulit menahan BAB, steatorrhea, bercak minyak di celana dalam, frekuensi BAB meningkat, dan kekurangan vitamin yang larut dalam lemak (A,D, E, K) tetapi bisa diatasi dengan suplemen dari luar.
Kunci dari menurunkan berat badan secara sehat tetaplah niat yang kuat disiplin untuk diet yang sehat, olah raga yang teratur, dan mengkonsumsi obat-obatan yang membantu proses diet dan obat-obatan yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh serta selalu diawasi oleh dokter.

F. Dampak

1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Faktor risiko ini meliputi peningkatan : kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol.


2. Diabetes Melitus Tipe 2
Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99

3. Obstruktive Sleep Apnea

Sering dijumpai pada orang obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok.Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi.Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan.

4. Gangguan Ortopedik

Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.

5. Pseudotumor serebri

Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-2 yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.






DAFTAR PUSTAKA

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3328
http://wapedia.mobi/id/Obesitas
http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=378
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07_ObesitasPadaAnak.pdf/07_ObesitasPadaAnak.html
http://www.analisadaily.com/index.php?option

Tidak ada komentar: